Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan agar keberadaan sinyal 5G di Indonesia tidak perlu sampai ke daerah pedesaan.
Berbeda dengan jaringan 4G, penggelaran 5G menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari investasi, ketersediaan spektrum frekuensi, hingga ekosistem. Hal itu yang membuat perkembangan layanan 5G di tanah air belum sempurna.
"Mungkin kita harus fair, (penggelaran 5G) nggak sampai ke seluruh Indonesia," ujar Direktur SDPPI Kementerian Kominfo, Denny Setiawan di Jakarta, Senin (13/11/2023).
Diusulkan adanya klasifikasi kebutuhan 5G di setiap wilayah Indonesia. Misalnya, di area kota-kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya masuk ke dalam klaster nomor satu.
"Jadi, nggak sama ratakan. Ya, kalau daerah desa nggak perlu 5G, yang penting bisa WhatsApp, YouTube, nggak usah kenceng (akses internetnya). Nah, ini perlu kita diskusikan bersama, kalau nggak minta operator di rural bisa nangis," tuturnya.
Sebagai informasi, teknologi 5G pertama kali diperkenalkan ke publik secara komersial pada Mei 2021. Saat itu, Telkomsel menjadi pelopor operator seluler yang menghadirkan layanan 5G ke pelanggan.
Sejak saat itu secara bertahap, Indosat Ooredoo Hutchison, XL Axiata, dan Smartfren mendapat restu dari Kominfo untuk jualan layanan 5G ke masyarakat. Hanya saja sejauh ini, baru Telkomsel dan Indosat yang sudah menyediakan paket khusus 5G, sedangkan lainnya menunggu ekosistem terbentuk dan seleksi frekuensi sebagai daya tambahan untuk menggelar 5G.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menjanjikan operator seluler yang mengimplementasikan jaringan 5G akan mendapatkan insentif dari pemerintah. Hal ini agar kecepatan internet Indonesia bisa kencang alias tidak lemot.
Terkait bentuk insentif 5G yang akan diberitakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Budi menyebutkan itu sedang dibahas dengan operator seluler. Bahkan, Menkominfo membentuk task force terkait perumusan insentif 5G tersebut. (dc)