Healing119 dan Upaya Pemerintah Cegah Bunvh D!ri: Harapan Baru di Tengah Krisis!

Senin 04 Aug 2025 - 20:58 WIB
Reporter : Ros
Editor : Ros Suhendra

KORANPRABUMULIHPOS.COM - Mengakhiri hidup sendiri (Bundir) bukanlah sebuah keputusan yang muncul tiba-tiba, seolah hanya satu peristiwa yang memicunya. 

Di balik tindakan itu, sering tersembunyi pergulatan batin yang dalam dan panjang—perjalanan yang dipenuhi luka, kesunyian, dan rasa hampa. Dalam banyak kasus, depresi menjadi benang merah yang menyatukan kisah-kisah tersebut.

Depresi bukan sekadar rasa sedih yang datang sesekali. Ia adalah badai dalam batin: kesedihan yang terus membayangi hari, perasaan tak berdaya, hilangnya harapan, kelelahan mental yang tak kunjung usai. 

Tak jarang, disertai pula dengan gangguan tidur, perubahan nafsu makan, bahkan kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang dulunya dicintai. Mereka yang mengalami depresi kerap merasa dirinya adalah beban—bahwa keberadaannya hanya memperparah keadaan orang lain. Pada titik paling kelam, kematian tampak seperti satu-satunya jalan untuk berhenti merasa sakit.

BACA JUGA:Kemenkes Targetkan 53 Juta Siswa Ikut Cek Kesehatan Gratis 2025

BACA JUGA:Manfaat Jagung Manis: 7 Masalah Kesehatan yang Bisa Diringankan

Setiap manusia memiliki mekanisme untuk bertahan menghadapi tekanan hidup. Kita menyebutnya "mekanisme koping"—cara tubuh dan pikiran merespons stres dan kesulitan. Namun ketika tekanan datang bertubi-tubi tanpa henti, seperti lilitan utang, hubungan yang menyakiti, kehilangan orang terkasih, atau beban kerja yang mencekik, kemampuan untuk bertahan bisa menipis. Pada fase inilah, rasa sepi yang dalam dan keputusasaan yang tak terbendung mulai mengambil alih.

Penelitian menunjukkan bahwa faktor psikososial sangat mempengaruhi kemunculan pikiran untuk mengakhiri hidup. Prosesnya tidak serta-merta. Dimulai dari rasa tak berdaya (helplessness), yang berlanjut menjadi hilangnya harapan (hopelessness), hingga muncul pemikiran bahwa dunia akan lebih baik tanpanya. Ironisnya, bagi sebagian besar orang, keinginan itu bukan semata ingin mati, tapi ingin bebas dari penderitaan yang tampaknya tak akan pernah berakhir.

Namun penting untuk kita pahami: bundir bisa dicegah. Ini bukan tentang memperdebatkan keputusan seseorang, tetapi membuka ruang aman untuk berbagi, mendengarkan dengan empati, dan hadir sebagai manusia bagi manusia lain. 

Depresi dan pikiran bunuh diri bukanlah tanda kelemahan. Mereka adalah kondisi medis yang nyata, yang bisa diobati dan ditangani dengan dukungan yang tepat.

BACA JUGA:5 Makanan Ini Dapat Menjaga Kesehatan Hati dan Menurunkan Risiko Kanker

BACA JUGA:Kadinkes Sebut Tim RS Melanggar UU Kesehatan Terkait Penolakan Anak Wali Kota Prabumulih di RS Swasta

Menjadi peka terhadap tanda-tanda bahaya bisa menyelamatkan nyawa. Beberapa sinyal yang patut diwaspadai antara lain: perubahan drastis dalam perilaku, menarik diri dari lingkungan sosial, kehilangan minat pada hal-hal yang biasa disukai, sering berbicara tentang keputusasaan atau merasa tidak berguna, mengalami gangguan tidur dan makan, atau bahkan menunjukkan perilaku berisiko dan ekstrem.

Sebagai langkah konkret, pada 31 Juli 2025, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan secara resmi mengaktifkan kembali layanan healing119.id. Ini adalah platform konseling psikologis daring yang disediakan gratis dan bersifat rahasia, ditujukan bagi siapa pun yang mengalami krisis psikologis. Tidak berhenti di sana, layanan ini juga memberikan rujukan ke fasilitas kesehatan jiwa jika diperlukan.

Dukungan terhadap program ini datang dari Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia, yang menyediakan relawan psikolog profesional—mereka yang telah menjalani pelatihan intensif dan siap menjadi teman bicara tanpa menghakimi. Reaktivasi layanan ini menjadi penanda bahwa negara hadir, bahwa kesehatan mental bukan lagi isu pinggiran, dan bahwa setiap individu berhak merasa aman untuk meminta bantuan.

Kategori :