JAKARTA - Setara Institute dan International NGO Forum on Indonesia Development (Infid) merilis Indeks Hak Asasi Manusia di Indonesia tahun 2023.
Pada Indeks HAM 2023 ini, mereka memberikan skor rata-rata untuk seluruh variabel adalah 3,2. Mereka menggunakan skala Likert dengan rentang 1 - 7.
Setara Institute dan Infid pun memberikan sejumlah rekomendasi.
"Angka ini turun 0,1 dari tahun sebelumnya yang berada pada skor 3,3," ujar Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute Sayyidatul Insiyah dalam keterangannya dikutip Senin (11/12).
Pada indeks HAM 2023, Setara Institute dan Infid membagi menjadi dua aspek, yakni hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob) dan hak sipil dan politik (sipol).
Sayyidatul mengungkapkan skor rata-rata nasional lebih banyak dikontribusi oleh indikator ekosob. Skor Ekosob mencapai rata-rata 3,3 dengan penyumbang skor tertinggi adalah hak atas pendidikan yang meraih angka 4,4.
"Pemenuhan hak atas tanah masih berada pada skor 1,9," ucap Sayyidatul.
Pada variabel sipol, Sayyidatul mengungkapkan negara membukukan capaian dengan skor 3.
Indikator kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai penyumbang skor terendah, yakni 1,3 di antara seluruh indikator lainnya.
"Pemenuhan hak atas tanah dan jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak yang paling buruk selama kepemimpinan Jokowi yang hampir menuju satu dekade," cetusnya.
Jika membandingkan rata-sata skor nasional sejak 2019, data Setara Institute dan Infid menunjukkan kepemimpinan Presiden Jokowi tidak pernah mencapai angka moderat, yakni 4 dengan skala 1-7.
Di tahun 2019, skor Indeks HAM sebesar 3,2, lalu 2020 di angka 2,9, tahun 2021 di angka 3, tahun 2022 di angka 3,3 dan di tahun 2023 ini kembali turun menjadi 3,2.
Setara Institute dan Infid kemudian menyampaikan 7 rekomendasi sebagai berikut:
1. Presiden Jokowi mengakselerasi adopsi instrumen HAM internasional melalui ratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture dan pengesahan RUU Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.
2. Mengambil tindakan segera untuk mencetak legacy di bidang HAM, di antaranya melalui penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang belum terrealisasi dan menimbulkan pelanggaran HAM, akselerasi penyelesaian yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk penuntasan kejahatan pembunuhan atas Munir Said Thalib.