JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM – Luhur Budi Djatmiko, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina pada periode 2012 hingga 2014, kini telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pembelian lahan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Penetapan tersangka tersebut dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri setelah penyidik memperoleh bukti-bukti yang cukup mendukung dugaan keterlibatan Luhur dalam tindak pidana tersebut.
Kombes Arief Adiharsa, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, menyampaikan bahwa keputusan tersebut diambil setelah dilakukan gelar perkara pada 5 November 2024.
"Penyidik telah menyimpulkan bahwa Luhur Budi Djatmiko ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi terkait pembelian tanah di kawasan Kuningan," ujar Arief dalam konferensi persnya.
BACA JUGA:Job Fair Kota Palembang 2024, 40 Perusahaan Rekrut 3.000 Orang, Apa Saja?
BACA JUGA:Balita 2 Tahun Selamat dari Reruntuhan Selama 14 Jam Pasca Serangan di Lebanon
Awal Kasus: Pembelian Tanah di Rasuna Epicentrum
Kasus ini berawal dari pembelian empat unit tanah di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, yang berlangsung antara tahun 2013 hingga 2014. Tanah seluas 48.279 meter persegi tersebut dibeli oleh PT Pertamina dengan harga Rp 35 juta per meter persegi, yang menyebabkan total transaksi mencapai sekitar Rp 1,6 triliun, belum termasuk biaya pajak dan jasa notaris.
Tanah tersebut awalnya direncanakan untuk pembangunan Gedung Pertamina Energy Tower (PET), yang akan digunakan sebagai kantor pusat PT Pertamina dan sejumlah anak perusahaan mereka.
Namun, dalam proses pembelian tersebut, ditemukan indikasi adanya pelanggaran hukum dan ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku.
Indikasi Penyimpangan dan Kerugian Negara
Arief menambahkan bahwa dalam proses pembelian lahan tersebut, ditemukan dugaan adanya pelanggaran hukum yang merugikan negara.
BACA JUGA:Elon Musk Tegaskan: Tesla Tidak Akan Rilis Smartphone
BACA JUGA:Polisi Bongkar Jaringan Judi Online, Sita Uang Rp73 Miliar dan 16 Mobil Mewah
"Dari hasil penyelidikan, kami menemukan bahwa beberapa tindakan dalam transaksi ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," kata Arief.