Mewujudkan Swasembada Pangan: Pandangan Prof. Totok dari Unsoed
Mewujudkan Swasembada Pangan, Pandangan Prof Totok dari Unsoed--Istimewa
PURWOKERTO, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Prof. Totok Agung Dwi Haryanto, seorang pakar pertanian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, memberikan dukungan terhadap target swasembada pangan yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam waktu 4-5 tahun ke depan.
"Saya percaya bahwa target ini realistis, asalkan kita fokus, konsisten, dan berkomitmen," ungkap Prof. Totok di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada hari Minggu.
Ia menekankan perlunya menjadikan pencapaian swasembada pangan sebagai program prioritas di Kementerian Pertanian, mengingat saat ini tidak ada lagi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Menurutnya, saatnya hasil-hasil penelitian diterapkan untuk meningkatkan produksi pangan.
Indonesia, dengan berbagai potensi yang dimilikinya, bisa menjadi lumbung pangan dunia, seperti yang disampaikan Presiden Prabowo dalam pidatonya saat pelantikan di Gedung Nusantara, Jakarta. "Kita memiliki banyak kelebihan, seperti sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun, yang merupakan sumber kehidupan bagi tanaman," jelasnya.
BACA JUGA:Prioritas Kepentingan Rakyat: Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka Resmi Dilantik
BACA JUGA:Mekanisme Koordinasi Perlindungan Anak, Langkah Pemerintah Melawan Terorisme
Prof. Totok menjelaskan bahwa energi matahari dimanfaatkan oleh tanaman pangan untuk proses fotosintesis, sehingga masa panen padi di Indonesia bisa mencapai 2-3 kali setahun, berbeda dengan negara yang memiliki empat musim yang biasanya hanya sekali panen.
"Walaupun produktivitas per hektare di Indonesia mungkin lebih rendah, dengan jumlah panen yang lebih banyak, kita bisa menjadi salah satu negara dengan produktivitas tertinggi," tambahnya. Dia meyakini bahwa target dan harapan Presiden Prabowo dalam 4-5 tahun mendatang bukanlah hal yang mustahil.
Namun, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, seperti ketersediaan benih berkualitas. Menurutnya, benih harus bersertifikat dan berasal dari varietas unggul.
Ketersediaan air juga menjadi perhatian, meskipun tidak harus melimpah, tetapi harus mencukupi kebutuhan pertanian. "Jika lahan bukan lahan sawah, irigasi tidak selalu diperlukan. Kita bisa memanfaatkan air hujan atau sistem irigasi yang efisien," ujarnya.
Selain itu, perlu disesuaikan dengan iklim di berbagai daerah, terutama di Indonesia Timur, yang mungkin hanya memungkinkan satu kali tanam padi dalam setahun. "Kita juga perlu manajemen air yang baik untuk memastikan ketersediaan saat dibutuhkan," jelasnya.
Kondisi tanah yang sudah lama dieksploitasi juga memerlukan perhatian. Prof. Totok merekomendasikan penggunaan pupuk organik untuk menyuburkan tanah, disertai pupuk kimia yang terkontrol.
Inovasi dan teknologi juga harus sesuai dengan kondisi lokal. Sumber daya manusia harus mampu tidak hanya dalam bertani, tetapi juga mendapatkan harga yang pasti dan meningkatkan kesejahteraan.
Kelembagaan, seperti koperasi dan korporasi petani, perlu dihidupkan kembali untuk memastikan produksi pertanian terserap dengan baik. "Kebijakan pemerintah yang mendukung kesejahteraan petani dan mengurangi ketergantungan pada impor beras secara bertahap sangat penting," tegas Prof. Totok.