Biang Kerok di Balik Mahal Nya Harga Obat di Indonesia: Implikasi dari Biaya Iklan dan Impor
Terkuak! Faktor-Faktor yang Membuat Harga Obat di Indonesia Melambung Tinggi--
KORANPRABUMULIHPOS.COM - Harga obat di Indonesia seringkali dianggap terlalu tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, yang baru-baru ini dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengungkapkan bahwa masalah utama tingginya harga obat di Indonesia adalah tingginya biaya bahan baku yang diimpor.
Menurut Taruna, sekitar 80-90% obat-obatan yang beredar di Indonesia menggunakan bahan baku yang diimpor dari luar negeri. Kenaikan harga bahan baku ini berkontribusi pada tingginya harga jual obat di pasar domestik. Taruna menjelaskan bahwa harga bahan baku yang diimpor dapat dipengaruhi oleh pemasok, sehingga harga obat pun menjadi mahal.
"Presiden menginstruksikan agar BPOM bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan untuk mengontrol harga obat sehingga setidaknya dapat disesuaikan dengan harga obat generik di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina," kata Taruna setelah bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/8/2024).
Selain masalah bahan baku, Taruna juga menyoroti biaya promosi dan periklanan sebagai faktor lain yang menyebabkan harga obat menjadi mahal. Ia menyarankan agar pemerintah dapat mengatur biaya promosi untuk menekan harga obat.
BACA JUGA:Malaysia Tarik Peredaran Es Krim Rasa Obat Batuk Sirup, Ini Penyebabnya!
"Biaya promosi dan iklan juga memengaruhi harga obat. Pemerintah seharusnya dapat menekan perusahaan untuk mengurangi biaya tersebut agar harga obat menjadi lebih terjangkau," jelasnya.
Taruna juga menjelaskan bahwa beberapa obat belum dapat dijual dengan harga murah karena masih terikat hak paten. Obat generik yang harganya lebih murah adalah obat yang hak patennya sudah habis. Namun, ada juga oknum yang memanfaatkan celah ini dengan mengubah kemasan obat generik sehingga terlihat seperti obat paten, yang kemudian dapat menyebabkan harga obat menjadi lebih tinggi.
"Obat dibagi menjadi tiga kategori: generik yang murah, obat paten yang mahal, dan obat generik yang kemasannya diubah untuk terlihat seperti obat paten. Modus ini sering menyebabkan harga obat menjadi tidak wajar," tambahnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Taruna mengusulkan agar pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk obat. Dengan HET, diharapkan harga obat dapat dikendalikan dan tidak membebani masyarakat, sementara produsen obat tetap mendapatkan keuntungan yang wajar.
"Yang penting adalah menetapkan harga eceran tertinggi yang adil, baik untuk konsumen maupun produsen. Kami akan bekerja sama dengan Kemenkes dan Kemendag untuk menentukan harga yang tepat," tutup Taruna. (*)