Gawat! Indonesia Berpotensi Kehilangan Rp 216 Triliun Gegara Frekuensi 5G
Ilustrasi BTS 4G operator seluler. Foto: Rachman Haryanto--
Jakarta - Asosiasi penyedia layanan seluler global, GSMA, memperingati Pemerintah Indonesia terkait potensi kehilangan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp 216 triliun.
Penelitian terbaru dari GSMA Intelligence mengungkapkan biaya spektrum frekuensi di Indonesia telah meningkat secara signifikan. Itu bisa menjadi ancaman besar bagi operator seluler yang ingin berinvestasi dalam infrastruktur digital masa depan Indonesia.
BACA JUGA:Game RI Wardeka: Battleground Siap Saingi Free Fire dan PUBG Mobile
Dengan kemunculan lelang spektrum frekuensi terbaru yang akan segera dilakukan di Indonesia, laporan GSMA, mengungkapkan bahwa rencana Pemerintah Indonesia untuk mendorong transformasi digital bisa terhambat, kecuali dilakukan peninjauan kembali terhadap penetapan harga spektrum seluler 5G
Analisis GSMA tersebut memperkirakan, dalam skenario paling buruk, sekitar sepertiga dari manfaat sosio ekonomi 5G, atau sekitar Rp216 triliun, bisa hilang dari PDB Indonesia pada tahun 2024-2030 jika harga pita spektrum baru masih mengikuti harga lama.
Head of Asia Pasific GSMA, Julian Gorman, mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekonomi digital terbesar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat di kawasan Asia Pasifik.
Hal itu, kata Gorman, memberikan bukti bahwa keputusan Pemerintah Indonesia dalam memprioritaskan pembangunan infrastruktur TIK, termasuk penyelesaian penggelaran 4G dan pengembangan jaringan 5G, adalah keputusan yang tepat.
"Namun demikian, pengadaan 5G di Indonesia akan membutuhkan waktu, karena dibutuhkan pendekatan yang cermat dari pemerintah mengingat adanya kendala geografis dan kesiapan pasar di Indonesia. Menurut perkiraan kami, 80% dari total populasi Indonesia akan menggunakan layanan 5G pada tahun 2030," ujar Gorman dalam siaran pers yang diterima detikINET, Jumat (10/11/2023).
Dalam waktu dekat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan melakukan lelang spektrum frekuensi 5G. Terkait hal tersebut, GSMA mendorong Pemerintah Indonesia untuk terus memberikan insentif bagi industri untuk berinvestasi demi mendorong pertumbuhan ekonomi dan masyarakat.
"Pemerintah harus fokus pada kebijakan yang mendukung agar 5G berhasil di Indonesia, termasuk soal pasokan dan penetapan harga spektrum. Keberhasilan 5G di Indonesia memerlukan kerangka regulasi yang matang untuk proses pelelangan yang sukses sehingga muncul timbal balik yang adil bagi pemerintah dan mengakselerasi pertumbuhan digital," tuturnya.
Untuk mendukung rencana digital Indonesia, Kominfo berencana menyediakan sejumlah pita frekuensi dalam dua tahun ke depan, termasuk 700 MHz, 2,6 GHz, dan 3,5 GHz, serta frekuensi mmWave di pita 26 GHz. Spektrum tambahan ini akan menghadirkan dua kali lipat dari total pasokan spektrum frekuensi saat ini.
Berdasarkan peta jalan spektrum Indonesia saat ini, GSMA telah melakukan penilaian dampak dari berbagai skenario biaya spektrum pada penerapan jaringan 5G, adopsi, dan manfaat ekonomi terkait dari tahun 2024 hingga 2030.
Temuan dari laporan GSMA yang berjudul "Sustainable Spectrum Pricing to Boost Indonesia's Digital Economy" ini menyoroti pentingnya biaya spektrum frekuensi dengan aspek berkelanjutan dalam memastikan investasi jaringan seluler masa depan dan pengembangan ekonomi digital Indonesia. (dc)