PHK Massal Bayangi Sektor Manufaktur Indonesia Usai Kenaikan Tarif AS

PHK Massal Bayangi Sektor Manufaktur Indonesia Usai Kenaikan Tarif AS--ist

KORANPRABUMULIHPOS.COM - Industri manufaktur nasional kini berada dalam tekanan berat menyusul keputusan Amerika Serikat untuk menaikkan tarif impor terhadap berbagai produk unggulan dari Indonesia. Kebijakan ini diprediksi dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di sektor padat karya.

Pemerintah AS diketahui telah menetapkan bea masuk sebesar 32% bagi sejumlah produk ekspor Indonesia, termasuk tekstil, alas kaki, elektronik, dan komoditas manufaktur lainnya. Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi proteksionisme guna memperkuat industri dalam negeri mereka sejak awal 2025.

Namun, dampak negatifnya langsung terasa bagi negara berkembang seperti Indonesia yang sangat bergantung pada ekspor ke pasar Amerika.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa lima sektor utama sedang berada dalam situasi kritis: tekstil, alas kaki, kosmetik, produk herbal, dan mainan anak. Sektor-sektor ini menjadi tulang punggung penciptaan lapangan kerja di Indonesia, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan sebagian wilayah Sumatera.

BACA JUGA:Dishub Sumsel Siaga: Puncak Arus Balik Diprediksi 6–7 April, Ini Rute Padatnya.

BACA JUGA:1.000 Produk AS Kena Tarif, Tiongkok Balas Serangan

“Ketika daya saing terganggu akibat tarif tinggi, permintaan dari pasar menurun tajam. Akibatnya, banyak industri harus memangkas produksi bahkan melakukan PHK,” ungkap Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Apindo, Sabtu (5/4/2025).

Kondisi diperburuk oleh membanjirnya barang impor murah, khususnya dari Tiongkok dan negara-negara ASEAN, yang menekan pasar dalam negeri. Penurunan utilisasi pabrik hingga di bawah 60% menjadi sinyal bahwa sektor manufaktur kini dalam keadaan gawat.

Sebagai tanggapan, pemerintah Indonesia tengah mengkaji kebijakan untuk menahan tekanan ini. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan sedang mempersiapkan penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) guna menahan laju impor yang merugikan industri lokal.

“Kami tengah mempercepat kajian dan akan menerapkan BMTP maupun BMAD secara selektif untuk menjaga kelangsungan industri strategis,” ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Meski situasi saat ini menantang, ekonom Chatib Basri menilai terdapat peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia. Dengan adanya tekanan tarif yang juga diterapkan terhadap Tiongkok, banyak perusahaan global kemungkinan akan mencari lokasi baru untuk memindahkan basis produksi mereka.

Namun, agar hal itu terwujud, Indonesia harus mampu menciptakan lingkungan investasi yang menarik, mempermudah regulasi, dan memperkuat infrastruktur pendukung.

Di tengah ancaman ketidakpastian global ini, kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan usaha serta melindungi jutaan tenaga kerja di sektor-sektor strategis nasional.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER