Korban Tewas Akibat Gempa Myanmar Tembus 2.719 Jiwa, Jumlah Diprediksi Terus Meningkat

--
KORANPRABUMULIHPOS.COM – Jumlah korban jiwa akibat gempa dahsyat berkekuatan Magnitudo 7,7 di Myanmar terus bertambah. Hingga kini, angka korban tewas telah mencapai 2.719 orang.
Mengutip laporan Reuters pada Selasa (1/4/2025), pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing menyatakan jumlah korban jiwa kemungkinan akan melewati 3.000 orang. Selain itu, tercatat sebanyak 4.521 orang mengalami luka-luka, sementara 441 lainnya masih dinyatakan hilang.
Gempa besar yang mengguncang Myanmar pada Jumat (28/3) siang itu menjadi yang terkuat dalam lebih dari satu abad. Guncangan hebat tersebut meruntuhkan pagoda kuno serta merusak berbagai bangunan modern.
Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, 50 anak dan dua guru tewas akibat runtuhnya gedung prasekolah di Mandalay saat gempa terjadi. Kondisi di lapangan pun semakin mengkhawatirkan, dengan warga kesulitan mendapatkan air bersih serta fasilitas sanitasi yang memadai.
"Di wilayah yang paling terdampak, masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk air bersih dan sanitasi. Sementara itu, tim penyelamat terus bekerja tanpa lelah untuk menemukan korban yang masih selamat dan menyalurkan bantuan kemanusiaan," ungkap PBB dalam laporannya.
Lembaga Komite Penyelamatan Internasional juga menyoroti perlunya bantuan darurat berupa tempat tinggal, makanan, air, dan layanan medis di kawasan terdampak seperti Mandalay, yang berada dekat episentrum gempa. Kekhawatiran semakin meningkat karena banyak warga enggan kembali ke rumah akibat ancaman gempa susulan.
Namun, upaya penyaluran bantuan mengalami hambatan besar. Konflik internal yang berlangsung sejak kudeta militer pada 2021 menyulitkan akses ke wilayah terdampak. Amnesty International mendesak junta Myanmar agar tidak menghalangi bantuan kemanusiaan.
"Militer Myanmar selama ini kerap menolak akses bantuan ke daerah-daerah di mana kelompok penentangnya aktif. Mereka harus segera membuka akses bagi organisasi kemanusiaan dan menghilangkan hambatan administratif yang memperlambat distribusi bantuan," kata peneliti Amnesty, Joe Freeman.
Selain kontrol ketat junta atas jaringan komunikasi, infrastruktur seperti jalan dan jembatan yang rusak akibat gempa turut menghambat tim penyelamat dalam menjangkau korban.
Di sisi lain, para pejabat Thailand mengonfirmasi bahwa pertemuan para pemimpin regional di Bangkok akhir pekan ini akan tetap berlangsung sesuai jadwal. Min Aung Hlaing diperkirakan akan menghadiri pertemuan tersebut secara virtual.
Sementara itu, gempa juga berdampak hingga ke Thailand. Di Bangkok, tim penyelamat masih berupaya mengevakuasi korban dari reruntuhan sebuah gedung pencakar langit yang belum selesai dibangun. Bangunan itu runtuh akibat guncangan gempa dari Myanmar.
"Hingga saat ini, sekitar 70 jasad diduga masih tertimbun. Kami berharap ada keajaiban dan setidaknya ada yang masih hidup," ujar pemimpin tim penyelamat, Bin Bunluerit.
Wakil Gubernur Bangkok, Tavida Kamolvej, menambahkan bahwa pemindaian telah mendeteksi enam sosok manusia di bawah reruntuhan. Namun, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan.
Tim penyelamat dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Israel, turut membantu pencarian di lokasi tersebut. Hingga kini, sebanyak 13 orang dilaporkan meninggal dunia di area konstruksi itu, dengan 74 lainnya masih hilang. Secara nasional, jumlah korban tewas akibat gempa di Thailand mencapai 20 orang.
Upaya penyelamatan terus dilakukan, meski harapan menemukan korban selamat semakin tipis seiring berjalannya waktu.