Produksi Menurun Akibat Hujan, Harga Karet di OKI Tembus Rp31.684 per Kilogram
Produksi Menurun Akibat Hujan, Harga Karet di OKI Tembus Rp31.684 per Kilogram--Sumeks
KAYUAGUNG, KORANPRABUMULIHPOS.COM – Komoditas karet di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menjadi salah satu sumber penghidupan utama bagi masyarakat. Dengan luas perkebunan karet yang tersebar di berbagai kecamatan, harga karet di awal tahun 2025 mulai menunjukkan tren positif. Harga karet dengan kadar Karet Kering (KKK) 100 persen kini mencapai Rp31.684 per kilogram.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten OKI, Dedi Kurniawan SSTP MSi, melalui Kabid Penyuluhan Pengolahan dan Pemasaran, M Zulkarnain SP, menyatakan bahwa harga karet ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan. "Alhamdulillah, harga karet sudah mulai berangsur naik dan saat ini tembus Rp31.684 per kilogram untuk kadar karet kering 100 persen," ungkap Zulkarnain pada Kamis, 23 Januari 2025.
Namun, ia menjelaskan bahwa sebagian besar petani karet menjual hasil kebun mereka dengan kadar karet 50 persen hingga 60 persen. Saat ini, harga untuk kadar Karet Kering 50 persen berada di angka Rp15.842 per kilogram, sementara untuk kadar 60 persen, harga mencapai Rp19.010 per kilogram. Dalam beberapa minggu terakhir, harga kadar 50 persen sempat turun hingga sekitar Rp15.000 per kilogram.
Petani karet di OKI umumnya menjual hasil kebunnya ke Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang tersebar di beberapa desa. Harga yang ditawarkan di UPPB umumnya sesuai dengan harga pasar atau harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini berbeda jika petani menjual karetnya ke tengkulak, di mana harga yang diterima bisa lebih rendah dan tidak sesuai dengan harga pasar.
BACA JUGA:Korupsi Dana BLUD: Mantan Dirut dan Bendahara RSUD Rupit Terima Vonis Penjara
BACA JUGA:Tahun 2024, KAI Divre III Palembang Ganti Rel dan Wesel demi Keamanan Perjalanan Kereta
Namun, meskipun harga karet mulai membaik, produksi karet di Kabupaten OKI mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh musim hujan yang mempengaruhi proses penyadapan karet. "Produksi karet menurun karena musim hujan. Jadwal penyadapan berubah dan waktu untuk menyadap menjadi lebih terbatas," kata Zulkarnain.
Biasanya, produksi karet memang sering menurun selama musim hujan, karena petani harus menunggu pohon karet kering sebelum dapat disadap. Jika hujan turun di malam hari, proses penyadapan baru dapat dilakukan setelah pohon karet cukup kering di pagi hari.
Abdulloh Faeq, seorang petani karet asal Desa Bumi Harjo, Kecamatan Lempuing, OKI, menjelaskan bahwa petani biasanya menjual karet setiap dua minggu sekali melalui UPPB. "Harga karet sekarang sudah lebih baik, sehingga pendapatan petani pun sedikit lebih meningkat," ujarnya.
Bagi petani dengan kebun yang lebih luas, dalam dua minggu mereka bisa menghasilkan banyak getah karet untuk dijual. Pada musim yang tidak terpengaruh hujan, ada petani yang mampu menjual hingga 10 ton karet setelah dua minggu penyadapan. "Setiap panen karet, pendapatan yang diperoleh cukup lumayan, apalagi jika harga karet tinggi. Ini tentu meningkatkan kesejahteraan petani," tambah Abdulloh.