China Diprediksi Sulit Menjadi Pemimpin Industri Chip Global, Ini Alasannya

Kantor raksasa chip China, SIMC. -Foto: EPA-

KORANPRABUMULIHPOS.COM - China memiliki ambisi besar untuk mendominasi industri chip atau semikonduktor dengan menggelontorkan dana besar. Namun, hanya mengandalkan uang tidak cukup untuk memastikan keberhasilan dalam menguasai sektor ini. Pembuatan semikonduktor canggih memerlukan teknologi pemindai litografi yang sangat maju untuk mencetak sirkuit rumit dan kecil pada mikrochip. ASML, perusahaan asal Belanda, adalah satu-satunya produsen mesin ini. Namun, Belanda, atas desakan Amerika Serikat, membatasi penjualan mesin canggihnya ke China.

Karena itu, China kini fokus mengembangkan industri semikonduktor dalam negeri dengan subsidi sebesar USD 96,3 miliar. Pekan lalu, China mengumumkan bahwa pemindai litografi terbarunya sudah mampu mendukung resolusi 65 nanometer atau lebih baik, sebuah peningkatan signifikan dari teknologi 90 nanometer yang dimilikinya sebelumnya.

Meski begitu, pencapaian ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mesin ASML yang mampu mencapai resolusi di bawah 10 nanometer. Sebagai perbandingan, resolusi yang lebih kecil memungkinkan produksi chip yang lebih kuat. Leping Huang, analis teknologi dari Huatai Securities, menjelaskan bahwa diperlukan terobosan besar untuk mengubah teknologi 65 nm menjadi setara dengan mesin terbaru dari ASML.

Sementara itu, dilaporkan oleh CNBC, ASML masih menjual beberapa mesin yang tidak termasuk dalam daftar larangan ke China. Ini menunjukkan bahwa industri di China belum memiliki alternatif domestik yang memadai.

BACA JUGA:6 Metode Menonaktifkan WhatsApp Agar Hanya Centang Satu, Simak Caranya

Sejak Amerika Serikat memperketat pembatasan ekspor peralatan semikonduktor pada Oktober 2022, China meningkatkan investasinya dalam peralatan ini. Dengan investasi besar, China mungkin bisa mencapai kemajuan dalam meniru beberapa kemampuan ASML dalam dua hingga tiga tahun mendatang.

"Namun, sistem yang dapat diproduksi oleh perusahaan China kemungkinan besar tidak akan menjadi salinan persis dan tidak akan sekompleks sistem ASML," kata Paul Triolo, analis dari DGA Group.

ASML, yang sudah berada di bawah pembatasan ketat untuk tidak menjual mesin litografi ultraviolet dalam (EUV) tercanggih ke China, menghadapi tekanan untuk tidak menjual bahkan mesin yang kurang canggih sekalipun.

Hal ini menambah urgensi bagi Beijing, yang pada paruh pertama tahun ini telah menghabiskan USD 24,73 miliar untuk membeli peralatan pembuat chip. "Menggelontorkan uang untuk mengatasi masalah ini mungkin membantu, tapi dampaknya tidak akan terlalu besar," kata Lee, menekankan pentingnya pengembangan teknologi litografi dan tenaga kerja yang terampil.

China tampaknya menerapkan strategi jangka panjang dengan subsidi, mirip dengan pendekatan yang digunakan dalam industri mobil listrik. Meski strategi ini berhasil di sektor tersebut, tidak bisa serta merta diterapkan di industri chip yang jauh lebih kompleks. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER