Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengadakan sidang paripurna yang mengesahkan Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pada diskusi yang dilangsungkan di Gedung Kominfo, Jakarta, Selasa (05/12/2023) Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan yang akrab disapa Semmy menjelaskan bahwa UU ITE yang baru lebih memberi detail tentang hal-hal yang bersifat ambigu.
"Tadi siang ada rapat paripurna pengesahan Rencana Perubahan UU ITE, ada 14 pasal revisi ada 5 pasal baru," ungkap Semmy.
Ia juga menjelaskan proses pengesahan suatu undang-undang yang harus melewati proses korespondensi dari DPR ke Presiden. Pada proses ini Presiden memiliki waktu 30 hari untuk menandatangani undang-undang tersebut. Setelah itu baru undang-undang memiliki nomor.
Nantinya setelah Revisi UU ITE sudah resmi, akan ada Peraturan Pemerintah (PP) yang menyusul terkait UU ITE. Dalam hal ini, Semmy menjelaskan bahwa UU ITE baru akan melahirkan tiga PP yang mendetailkan UU ITE.
"Setelah undang-undangnya jadi kami akan merevisi atau membuat tiga PP, yang pertama kita akan merevisi PP yang ada mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), kedua adalah tadi Pasal 40A akan ada PP baru dan terakhir pasal tentang perlindungan anak akan jadi PP khusus," jelasnya.
Salah satu pasal yang ditambahkan kejelasannya adalah Pasal 27 UU ITE yang selama ini disebut sebagai pasal karet. Pada UU ITE yang baru, nantinya proses aduan pencemaran nama baik harus berasal dari korban secara langsung, bukan dari pihak lain selain korban.
"Harus ada aduan dari korban, bukan dari orang lain, kalo yang dihina gak ngerasa gimana, masa orang lain," ungkap Sammy.
Selain itu, Semmy menjelaskan bahwa segala tuduhan yang tidak dibuktikan juga bisa menjadi bumerang bagi penuduh.
"Jika tidak dapat dibuktikan maka yang menuduh bisa dikenakan fitnah," terang Sammy.
Nantinya dalam Revisi UU ITE pasal 27 UU ITE akan ada tambahan berupa Pasal 27A dan Pasal 27B. Kedua pasal tersebut menggantikan Pasal 27 Ayat 1 dan Pasal 27 Ayat 2 di UU ITE.
Selain itu UU ITE baru juga memiliki fokus pada keselamatan konsumen di ruang digital. Dalam hal ini Semmy mengibaratkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh brand kepada konsumen juga dapat dijadikan bahan tuntutan.
Misalnya, dalam belanja online jika barang yang didapat konsumen berbeda dengan apa yang tertera di dalam promosi maka hal tersebut dapat menjadi bahan tuntutan.
"Kerugian konsumen, kerugian materiil, misal beli barang tapi nggak sesuai sama promosinya, itu bisa kena," tambahnya. (dc)