PALEMBANG - Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal masih marak terjadi, dengan banyak korban yang terjerat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung mencatat 1.588 kasus selama periode Januari hingga Mei 2024. Dari jumlah tersebut, 1.421 kasus terjadi di Sumatera Selatan, sedangkan 347 kasus terjadi di Kepulauan Bangka Belitung.
Deputi Direktur Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Provinsi Sumsel dan Kepulauan Babel, Tito Adji Siswantoro, menjelaskan bahwa terdapat lima jenis masalah utama dalam pinjol ilegal. Masalah-masalah tersebut meliputi perilaku petugas penagihan, legalitas non-LJK, pembukaan tanpa persetujuan, jumlah tagihan atau sanggahan transaksi, serta fraud eksternal.
OJK terus berupaya memberikan edukasi perlindungan konsumen melalui berbagai kegiatan. Mereka mengimbau masyarakat agar selektif dalam memilih pinjol dan memeriksa legalitasnya di OJK jika meragukan.
Tito menambahkan bahwa salah satu tugas OJK Sumsel dan Babel adalah mengawasi perilaku usaha jasa keuangan. Tidak hanya melakukan pengawasan, OJK juga aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat melalui program literasi keuangan.
BACA JUGA:Bersihkan Trotoar dari PKL, Sat Pol PP Prabumulih Angkut Lapak Pedagang Bandel
BACA JUGA:2 Aplikasi Game Seru dan Menguntungkan Bisa Ditukar ke Saldo DANA, Mainkan Yuk!
Meski tidak dirinci kelompok masyarakat mana yang paling banyak terjerat pinjol ilegal, Tito menegaskan bahwa OJK telah melakukan sosialisasi agar masyarakat terhindar dari pinjol ilegal. OJK juga telah membentuk Satuan Tugas Penanganan Kegiatan Usaha Tanpa Izin (Satgas Pasti) di Provinsi Sumsel dan Babel.
Selain kasus pinjol, OJK mencatat ada 55 kasus investasi ilegal di Provinsi Sumsel dan Babel dari 1 Januari 2023 hingga 31 Mei 2024. Di Sumsel terdapat 42 kasus investasi bodong, sementara di Babel ada 15 kasus.
Secara nasional, OJK menerima 8.213 aduan terkait pinjol ilegal dari 1 Januari hingga 30 Juni 2024. Jumlah total pengaduan entitas ilegal yang diterima mencapai 8.633 pengaduan, termasuk 420 pengaduan terkait investasi ilegal.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa OJK telah mengambil berbagai langkah konkret untuk menindak entitas keuangan ilegal. Dari 1 Januari hingga 27 Juni 2024, OJK mengeluarkan 156 surat peringatan tertulis kepada 125 Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), 3 surat perintah kepada 3 PUJK, dan 25 sanksi denda kepada 25 PUJK.
Selain itu, sebanyak 137 PUJK telah melakukan penggantian kerugian konsumen atas 659 pengaduan dengan total kerugian mencapai Rp100 miliar. OJK juga memperketat pengawasan perilaku terhadap PUJK atau market conduct.
OJK memberikan sanksi administratif atas keterlambatan pelaporan kepada 71 PUJK, termasuk denda kepada 55 PUJK dengan total nilai sanksi Rp461,2 juta. OJK juga mengeluarkan peringatan tertulis kepada 16 PUJK.
Dari hasil pengawasan hingga Juni 2024, OJK mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp330 juta kepada dua pelaku usaha jasa keuangan. Peringatan tertulis juga diberikan kepada dua PUJK di sektor perbankan dan perusahaan pembiayaan.
Friderica menambahkan bahwa OJK telah mengeluarkan perintah kepada PUJK untuk melakukan tindakan tertentu, termasuk memperbaiki ketentuan internal agar sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan masyarakat.