PALEMBANG, KORANPRABUMULIHPOS.COM – Kota Palembang masih mencatatkan jumlah penduduk miskin terbanyak di antara 17 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2024, berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel.
Setelah Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin juga mencatatkan angka kemiskinan yang cukup tinggi. M Wahyu Yulianto, Kepala BPS Sumsel, menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Sumsel menempatkan provinsi ini di peringkat 22 secara nasional, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 948,84 ribu orang atau sekitar 10,51 persen.
Meski demikian, ada penurunan angka kemiskinan lebih dari 1 persen atau setara dengan lebih dari 100 ribu orang pada tahun 2024.
"Kabupaten Muratara memiliki persentase kemiskinan tertinggi, namun secara jumlah, Palembang dan Banyuasin memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak," kata Wahyu, Sabtu, 18 Januari 2025.
BACA JUGA:Sidang Korupsi Izin Tambang PT ABS, Saksi Kunci Belum Hadir, 12 Nama Dipanggil
BACA JUGA:Sumsel Menuju Era Baru: Pusat Inovasi dan Energi Hijau di Indonesia
Wahyu juga menekankan pentingnya memperhatikan data absolut dan persentase dalam mengukur kemiskinan, karena keduanya memiliki peran penting dalam menentukan kebijakan dan prioritas program penanggulangan kemiskinan.
Pemerintah telah mengupayakan berbagai langkah, termasuk peningkatan konsumsi masyarakat dan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, untuk membantu menurunkan angka kemiskinan.
"Pemerintah fokus pada upaya menjaga daya beli masyarakat yang saat ini menurun. Jika konsumsi bisa stabil, angka kemiskinan bisa lebih cepat menurun," jelasnya.
Berdasarkan data BPS, pada September 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Sumsel terdiri dari 5,04 anggota keluarga dengan garis kemiskinan sebesar Rp 2.844.888 per rumah tangga.
BACA JUGA:Dugaan Korupsi Proyek dan APBDes, Kejari Muara Enim Lanjutkan ke Penyidikan
BACA JUGA:Menko Pangan Tegaskan Pemerintah Harus Serap Gabah Petani Rp6.500 per Kg, Tidak Ada Toleransi!
Wahyu juga menyebutkan bahwa salah satu faktor yang memperlambat pengurangan angka kemiskinan adalah pola konsumsi yang tidak efisien. Salah satu contoh, sekitar 20 persen dari total pengeluaran bulanan rumah tangga miskin lebih diprioritaskan untuk rokok daripada kebutuhan pokok seperti susu atau beras.
"Rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Sumsel mencapai Rp560 ribu per kapita, dan sekitar Rp100 ribu dari jumlah itu digunakan untuk membeli rokok, bukan kebutuhan pokok," tambah Wahyu.
Oleh karena itu, Wahyu mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola pengeluaran, terutama bagi mereka yang berada dalam kategori miskin.