SILPA Mencapai Rp100 Triliun

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk segera mempercepat penyerapan anggaran yang mengendap sebagai SILPA. Foto: ist--

Menkeu Purbaya Desak Pemda Percepat Penyaluran Dana

JAKARTA – Pemerintah pusat menyoroti masih tingginya penumpukan dana transfer ke daerah (TKD) yang belum tersalurkan secara optimal. 

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk segera mempercepat penyerapan anggaran yang mengendap sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), yang totalnya diperkirakan mencapai Rp100 triliun.

Menurut Purbaya, keterlambatan serapan anggaran menyebabkan realisasi TKD baru berjalan optimal di pertengahan tahun anggaran. Kondisi tersebut dinilai menghambat percepatan pembangunan dan pelayanan publik.

“Nanti lagi kita kembangkan. Di minggu pertama atau tanggal dua, sudah dapat uangnya. Jadi nggak perlu numpuk uang banyak-banyak lagi,” ujar Purbaya saat ditemui di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Untuk mengatasi persoalan itu, Kementerian Keuangan tengah menyiapkan strategi terbaru, termasuk rencana penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) berjangka pendek pada awal 2026 sebagai mekanisme pembiayaan TKD yang lebih fleksibel.

“Kita terbitkan surat utang yang pendek, sebulan sampai empat bulan. Jadi mesti kreatif sedikit,” tambahnya.

Terkait peluang peningkatan anggaran TKD dalam APBN 2026, Purbaya menyampaikan hal tersebut belum dapat direalisasikan karena pemerintah pusat masih menemukan praktik penyalahgunaan anggaran di sejumlah daerah.

“Kalau saya sih mau saja naikin. Cuma pemimpin di atas masih ragu karena mereka bilang sering diselewengkan uang di daerah,” ungkapnya.

Karena itu, ia menekankan pentingnya perbaikan tata kelola keuangan daerah untuk memastikan setiap dana yang dikucurkan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

“Saya minta para gubernur perbaiki dulu tata kelola dan penyerapan uang di daerah,” tegas Purbaya.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kembali mengingatkan seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia agar tidak membiarkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengendap terlalu lama di perbankan.

Ia menegaskan pentingnya percepatan realisasi anggaran agar manfaat pembangunan dapat segera dirasakan oleh masyarakat.

“Tujuan kita sama, dana daerah jangan mengendap di bank, tapi segera dibelanjakan untuk masyarakat,” tegas Tito dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25 Oktober 2025).

Pernyataan Tito ini kembali menyoroti persoalan klasik di banyak daerah, di mana dana kas daerah kerap menumpuk di rekening bank hingga akhir tahun anggaran. Kondisi tersebut dianggap merugikan masyarakat karena menghambat pelaksanaan program pembangunan yang seharusnya bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah.

Tito menegaskan bahwa dirinya dan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memiliki pandangan yang sejalan terkait pengelolaan dana daerah. Menurutnya, tidak ada perbedaan prinsip antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam hal percepatan penyerapan anggaran daerah.

“Kami sejalan dalam semangat mempercepat realisasi anggaran. Tidak ada perbedaan prinsip antara Kemendagri dan Kemenkeu, hanya perbedaan teknis dalam metode pelaporan data,” ujar Tito.

Ia menjelaskan bahwa koordinasi antara kedua kementerian berjalan baik dan saling melengkapi. Kemendagri berfokus pada pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah agar penyerapan anggaran lebih efektif, sementara Kemenkeu berperan dalam aspek pengelolaan fiskal dan kebijakan keuangan nasional.

Tito juga menilai bahwa sinergi antara kedua lembaga tersebut penting untuk menjaga keseimbangan antara disiplin fiskal dan kecepatan realisasi program pembangunan di daerah. Dengan demikian, dana yang telah dialokasikan melalui APBD tidak hanya menjadi angka di atas kertas, melainkan benar-benar mengalir ke lapangan dan berdampak langsung bagi rakyat.

Dalam kesempatan yang sama, Mendagri juga menanggapi adanya perbedaan data terkait jumlah dana simpanan pemerintah daerah di perbankan antara Kemendagri dan Kemenkeu. Berdasarkan data Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) per Oktober 2025, dana simpanan pemda tercatat mencapai Rp215 triliun.

Sementara itu, data Bank Indonesia yang dikutip oleh Kemenkeu menunjukkan jumlah dana mencapai Rp233 triliun per Agustus 2025.

Tito menilai, perbedaan angka sebesar Rp18 triliun tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Ia menjelaskan bahwa selisih itu disebabkan oleh perbedaan waktu pelaporan dua bulan, bukan karena kesalahan pencatatan atau ketidaksinkronan data antarkementerian.

“Selisih itu bisa dijelaskan dari perbedaan waktu pelaporan. Kalau Agustus tercatat Rp233 triliun dan Oktober turun jadi Rp215 triliun, berarti Rp18 triliun sudah dibelanjakan oleh pemerintah daerah,” terang Tito.

Menurutnya, perbedaan semacam ini lazim terjadi dalam sistem keuangan negara, mengingat data antara kementerian dan lembaga bisa diperbarui dalam waktu yang berbeda. Yang terpenting, kata Tito, adalah tren penurunan dana mengendap tersebut menandakan bahwa daerah mulai mempercepat penyerapan anggarannya.

Tito menekankan bahwa pemerintah pusat terus berupaya mendorong daerah agar lebih aktif dan progresif dalam merealisasikan anggaran yang telah direncanakan. Ia menilai, percepatan penyerapan APBD tidak hanya penting untuk menunjang pembangunan infrastruktur dan layanan publik, tetapi juga memacu pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal.

“Dana yang disalurkan melalui APBD adalah darah pembangunan. Kalau tidak segera dibelanjakan, pembangunan tidak akan bergerak, masyarakat tidak mendapatkan manfaat, dan ekonomi daerah bisa melambat,” tegasnya.

Menurut Tito, banyak daerah yang sebenarnya memiliki potensi fiskal besar, namun belum optimal dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Ia pun mengingatkan kepala daerah agar tidak terlalu berhati-hati secara berlebihan hingga menghambat penyerapan dana.

“Berhati-hati itu perlu, tapi bukan berarti menunda pelaksanaan program. Ada mekanisme pengawasan dan audit yang bisa memastikan anggaran digunakan dengan benar tanpa mengorbankan kecepatan realisasi,” jelasnya.

Kondisi dana daerah yang menumpuk di bank telah lama menjadi perhatian pemerintah pusat. Berdasarkan data Kemenkeu, ratusan triliun rupiah dana pemda masih tersimpan di rekening perbankan pada pertengahan tahun anggaran, padahal sebagian besar anggaran tersebut sudah direncanakan untuk kegiatan produktif seperti pembangunan jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga bantuan sosial.

Jika dana tersebut dibiarkan mengendap, maka efek berganda (multiplier effect) terhadap perekonomian masyarakat menjadi terhambat.

Selain itu, sektor swasta juga kehilangan peluang karena rendahnya belanja pemerintah dapat menekan permintaan barang dan jasa di daerah.

Dalam konteks ini, Tito menyebut percepatan realisasi APBD sebagai bagian dari strategi nasional memperkuat perekonomian daerah pascapandemi dan menghadapi ketidakpastian global.

“Kita ingin uang rakyat kembali ke rakyat dalam bentuk program nyata. Setiap rupiah dari APBD harus memberikan manfaat sosial dan ekonomi,” ujarnya.

Untuk mengatasi persoalan ini, Tito menekankan perlunya sinergi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, serta lembaga pengawasan seperti BPK dan Inspektorat Daerah

Selain itu, penerapan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) secara nasional diharapkan mampu memperkuat transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran daerah.

Dengan sistem digital tersebut, semua pihak dapat memantau posisi keuangan daerah secara real time, sehingga perencanaan dan penyerapan anggaran bisa lebih terukur. Kemendagri juga terus melakukan pendampingan bagi daerah yang masih menghadapi kendala teknis dalam mengimplementasikan sistem keuangan berbasis elektronik.

Tito optimistis, dengan manajemen keuangan yang lebih baik dan transparan, kesenjangan fiskal antar daerah dapat ditekan dan pelayanan publik menjadi lebih merata.

Menutup keterangannya, Tito kembali menegaskan pesan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, agar memaksimalkan pemanfaatan dana daerah untuk kepentingan publik.

Ia meminta agar setiap rupiah anggaran segera dibelanjakan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran.

“Tidak ada alasan dana daerah dibiarkan tidur di bank. Gunakan anggaran itu untuk pembangunan, untuk membuka lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER