Geger di Senayan! 5.000 Dapur Program MBG Diduga Fiktif

Geger di Senayan 5.000 Dapur Program MBG Diduga Fiktif --Antara
JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM – Kabar menggemparkan datang dari gedung parlemen! Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai salah satu proyek andalan pemerintah kini diterpa kabar tak sedap.
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengungkap fakta mencengalayak, ribuan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) ternyata fiktif. Jumlahnya bukan ratusan, melainkan 5.000 titik!
Dalam rapat kerja bersama Badan Gizi Nasional (BGN) pada Senin (15/9/2025), Nurhadi menyuarakan temuan mengejutkan. Ia mengaku pernah melaporkan adanya praktik jual beli lokasi dapur MBG oleh oknum tak bertanggung jawab.
“Seperti yang pernah saya laporkan, Ada oknum yang menjual titik dapur. Fakta di lapangan, hasil rollback BGN menemukan sekitar 5.000 titik fiktif,” tegas Nurhadi dengan nada tinggi.
BACA JUGA:8.000 Dapur MBG Ditargetkan Beroperasi, BGN Percepat Verifikasi
BACA JUGA:Ekonomi Desa Bangkit! Program MBG Ciptakan Lapangan Kerja dan Dorong Pertanian Lokal
Nurhadi tak berhenti di situ. Ia menyebut skandal ini lebih berbahaya dari sekadar permainan angka. Pasalnya, program MBG menyangkut nasib jutaan anak Indonesia yang seharusnya menerima asupan gizi layak.
“Ini bukan hanya soal teknis, tapi soal hak anak-anak bangsa. Bagaimana mungkin ribuan titik tercatat tapi dapurnya tidak pernah berdiri? Transparansi dan akuntabilitas mutlak harus ditegakkan!” serunya lantang.
Ia bahkan mengaitkan kasus ini dengan persoalan serius lain: insiden keracunan massal yang sempat menimpa siswa penerima MBG.
Dalam keterangan tertulis, Nurhadi membeberkan modus oknum yang merugikan negara. Mereka memanfaatkan celah sistem BGN, mendaftarkan titik dapur dengan memakai yayasan pribadi, lalu mengunci lokasi itu tanpa membangunnya.
BACA JUGA:Dana MBG Kini Ditransfer Sebelum Jalan
BACA JUGA:Animasi Program MBG Pakai AI, Warganet: Kenapa Gak Gunakan Animator Lokal?
Saat mendekati batas 45 hari, titik tersebut dijual kepada investor.
“Ini jelas praktik percaloan. Sistem yang longgar membuka jalan bagi konglomerasi yayasan hingga dominasi investor besar. Dana publik bisa disalahgunakan!” tegasnya.