Final Destination: Bloodlines – Ketika Maut Datang Menjemput Keluarga

Final Destination: Bloodlines--

KORANPRABUMULIHPOS.COM - Final Destination: Bloodlines tetap setia pada pola klasik waralaba ini. Seorang tokoh utama mengalami penglihatan akan kecelakaan tragis di sebuah restoran, lalu mencoba mencegah tragedi tersebut.

Kali ini, karakter utama adalah Stefani Lewis (diperankan Kaitlyn Santa Juana), yang hidupnya terus dihantui mimpi buruk. Ia selalu melihat neneknya, Iris (Gabrielle Rose), tewas dalam kecelakaan yang sama berulang kali.

Stefani memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya demi mengungkap misteri tersebut. Di sana, ia menemukan bahwa Iris kini hidup penuh rasa takut sejak insiden di restoran terjadi. Neneknya memperingatkan bahwa Kematian akan datang memburu keturunannya satu per satu—dan tidak ada yang bisa lolos dari takdir mengerikan itu.

Ulasan Film

Yang paling mengejutkan dari kembalinya Final Destination bukanlah ceritanya, melainkan lamanya penantian. Setelah 14 tahun, seri keenam ini akhirnya hadir kembali, dan tetap konsisten menyuguhkan ketegangan khasnya.

Meski film keempatnya sempat dianggap sebagai titik terlemah dengan rating 28% di Rotten Tomatoes, tetap saja film tersebut lebih bisa dinikmati dibanding banyak horor mainstream lain.

Final Destination pertama kali hadir ketika film horor didominasi oleh cerita remaja yang diburu pembunuh misterius—sebut saja Scream, I Know What You Did Last Summer, dan Urban Legend. Tapi seri ini menawarkan sesuatu yang lebih mencekam: musuh tak kasat mata bernama Kematian.

Inilah yang membuat waralaba ini unik. Tanpa monster atau pembunuh psikopat, Final Destination menghadirkan serangkaian kematian yang memikat sekaligus memicu rasa takut. Tiap adegan kematian dirancang dengan cermat, menjadikannya ikonik dan sulit dilupakan.

Bloodlines tetap menggunakan formula yang sama. Ditulis oleh Guy Busick dan Lori Evans Taylor, film ini menambahkan sentuhan baru lewat fakta bahwa para karakter saling memiliki hubungan darah—selaras dengan judulnya. Hubungan kekeluargaan ini memberi dinamika emosional yang lebih kuat.

Meski kita tahu bahwa para karakter akan tewas satu per satu, yang membuat penonton terpaku adalah bagaimana nasib itu menjemput mereka. Itulah daya tarik utama dari film ini.

Disutradarai oleh Zach Lipovsky dan Adam Stein, film ini disajikan dengan penuh semangat. Dari sinematografi yang dinamis hingga penggunaan teknik seperti dutch angle dan Hitchcock zoom, semuanya menciptakan atmosfer tegang yang menggigit.

Dan tentu saja, highlight utama adalah adegan-adegan kematian. Tanpa membocorkan detailnya, cukup dikatakan bahwa salah satu adegan di rumah sakit berhasil menampilkan semua elemen khas Final Destination: detail, brutal, dan memuaskan.

Jangan berharap pesan moral yang dalam dari film ini. Final Destination bukan tentang perenungan eksistensial. Ini adalah pesta darah penuh ketegangan yang dirancang untuk membuat penonton berteriak dan terkejut.

Semoga saja, kita tak perlu menunggu lebih dari satu dekade lagi untuk menyaksikan teror selanjutnya dari sang Maut.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER