Thorium, ‘Emas’ Energi Baru China yang Bisa Bertahan 60 Ribu Tahun

Apa Itu Thorium?--

KORANPRABUMUMLIHPOS.COM – China mengumumkan telah menemukan sumber energi yang disebut ‘tak terbatas’ dan diyakini mampu memasok kebutuhan energi negara tersebut hingga 60 ribu tahun ke depan. Klaim ini berasal dari para ahli geologi di Beijing yang meneliti kandungan thorium di kompleks pertambangan Bayan Obo, Mongolia Dalam. Jika benar, hal ini bisa menjadi terobosan besar di sektor energi global sekaligus menimbulkan persaingan dengan negara lain.

Apa Itu Thorium?

Thorium merupakan logam yang memiliki sifat radioaktif ringan dan jumlahnya cukup melimpah di alam. Mengutip How Stuff Works, kelimpahannya hampir setara dengan timah dan lebih banyak dibandingkan uranium. Unsur ini juga tersebar di beberapa negara seperti India, Turki, Brasil, Amerika Serikat, dan Mesir.

Beberapa ilmuwan melihat thorium sebagai solusi bagi permasalahan energi nuklir. Namun, berbeda dari uranium yang secara alami bisa memicu reaksi berantai, thorium tidak bisa langsung digunakan sebagai bahan bakar nuklir.

Thorium hanya bersifat ‘fertil’, yang berarti memerlukan proses tambahan agar bisa dikonversi menjadi uranium-233—unsur yang dapat digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir. Proses ini melibatkan penembakan neutron terhadap thorium agar berubah menjadi isotop uranium yang bisa menghasilkan energi.

Keunggulan dan Tantangan Thorium

Sejak awal abad ke-20, thorium telah menarik perhatian ilmuwan, termasuk Marie Curie dan Ernest Rutherford, dalam penelitian fisika nuklir. Namun, saat Perang Dunia II, uranium dan plutonium lebih banyak digunakan karena lebih cepat dimanfaatkan untuk keperluan militer.

Dibandingkan uranium, thorium memiliki beberapa keunggulan dalam pembangkit listrik. Uranium-233 yang dihasilkan dari thorium lebih efisien daripada uranium-235 dan plutonium. Selain itu, reaktor berbasis thorium dapat beroperasi pada suhu yang lebih tinggi, sehingga lebih stabil dan kecil kemungkinan mengalami kecelakaan nuklir.

Kelebihan lainnya adalah thorium menghasilkan lebih sedikit plutonium selama proses reaksi, yang berarti dapat membantu mengurangi cadangan plutonium berbahaya yang telah menumpuk sejak tahun 1950-an. Beberapa ahli juga menilai bahwa reaktor thorium lebih sulit dimanfaatkan untuk pembuatan senjata nuklir, sehingga lebih aman dari risiko proliferasi nuklir.

Namun, thorium juga memiliki tantangan tersendiri. Thorium dan uranium-233 bersifat radioaktif, sehingga pemrosesan kimianya lebih kompleks dan berisiko tinggi. Selain itu, uranium-233 yang dihasilkan dari thorium masih harus melalui proses pengolahan lanjutan sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar reaktor.

Menurut Steve Krahn, profesor teknik sipil dan lingkungan di Vanderbilt University, diperlukan fasilitas khusus untuk memproses thorium-232 menjadi uranium-233 agar bisa digunakan sebagai bahan bakar nuklir dalam skala besar.

Thorium sebagai Sumber Energi Masa Depan

Thorium bisa digunakan dalam berbagai jenis reaktor nuklir. Salah satu metode yang sedang dikembangkan adalah pemanfaatan bahan bakar thorium/uranium-233 dalam reaktor berpendingin air konvensional, seperti yang digunakan pada pembangkit listrik tenaga nuklir saat ini. Saat ini, lebih dari 20 reaktor di dunia telah diuji coba dengan bahan bakar berbasis thorium.

Pendekatan lain yang menarik adalah pengembangan reaktor garam cair. Dalam sistem ini, bahan bakar dilarutkan dalam garam cair yang juga berfungsi sebagai pendingin reaktor. Teknologi ini lebih aman dibandingkan reaktor konvensional karena garam memiliki titik didih tinggi, sehingga risiko kecelakaan nuklir seperti yang terjadi di Fukushima dapat diminimalkan.

Konsep reaktor garam cair bukan sekadar teori, karena sudah pernah diuji coba di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Saat ini, China tengah membangun reaktor semacam ini di Gurun Gobi, dengan harapan bisa menjadi pelopor energi nuklir berbasis thorium di masa depan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER