Kontroversi Lapas Tanjung Raja: 15 Napi Kelas Berat Dipindahkan ke Nusakambangan, Sipir Dimutasi
Kontroversi Lapas Tanjung Raja, 15 Napi Kelas Berat Dipindahkan ke Nusakambangan, Sipir Dimutasi--Istimewa
SUMSEL, KORANPRABUMULIHPOS.COM – Kasus viral mengenai video yang menunjukkan aktivitas beberapa narapidana (napi) di Lapas Kelas II Tanjung Raja yang diduga terlibat pesta sabu dengan iringan musik remix berbuntut panjang. Selain memindahkan oknum sipir Lapas Tanjung Raja, Robby Adriansyah, ke Rupbasan Baturaja, sejumlah langkah tegas lainnya juga diambil.
Mereka yang terlibat dalam perekaman video tersebut kini dipindahkan ke Lapas Narkotika Serong Banyuasin dan hak remisi mereka dicabut. Selain itu, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) juga memindahkan 15 napi dari wilayah Sumsel ke Lapas Super Maximum Security Kelas IIA Karanganyar, Cilacap, Jawa Tengah. Direktur Pengamanan dan Intelijen Imigrasi dan Pemasyarakatan, Teguh Yuswardhie, mengungkapkan bahwa 15 napi yang dipindahkan tersebut berasal dari Lapas Kelas I Palembang dan Lapas Kelas IIA Banyuasin.
"Pemindahan ini terjadi pada 19 November 2024, sekitar pukul 22.00 WIB, dan dilakukan dengan pengawalan ketat oleh tujuh personel Brimob bersenjata lengkap dan petugas lapas," ujar Teguh. Ia menambahkan bahwa sebagian besar napi yang dipindahkan terlibat dalam kasus narkoba, dengan beberapa di antaranya terlibat dalam kasus pidana umum seperti pembunuhan berencana, dengan hukuman mulai dari tujuh tahun penjara hingga hukuman mati.
Pemindahan ke Lapas Nusakambangan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memutus jaringan peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara. Menteri Hukum dan HAM, Agus Andrianto, mengonfirmasi bahwa banyak sindikat narkoba yang ternyata beroperasi dari dalam lapas, dan hal ini menjadi perhatian serius pemerintah.
BACA JUGA:Jangan Panik! Cara Mudah Menyelamatkan Ponsel yang Terendam Air
BACA JUGA:BRI UMKM Expo(RT) 2025, Ajang Digitalisasi dan Ekspansi Pasar Global UMKM, Buruan Daftar !!!
Wakil Ketua DPRD Sumsel, H. Nopianto, menyambut baik langkah tegas ini. "Kami mengapresiasi keputusan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan yang segera menonaktifkan Kepala Lapas dan KPLP Tanjung Raja," ujarnya. Namun, Nopianto juga meminta agar dilakukan investigasi lebih lanjut mengenai dugaan adanya pesta narkoba di lapas tersebut. "Jika ini terbukti, tentu kami sangat menyayangkan kejadian seperti ini terjadi di dalam Lapas yang seharusnya menjadi tempat pembinaan," tambahnya.
Nopianto juga menyoroti pentingnya perbaikan sistem pengawasan di seluruh lapas dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia. Ia mempertanyakan bagaimana alat komunikasi seperti ponsel bisa masuk ke dalam lapas, padahal penggunaan ponsel di dalam lapas dilarang. "Ini menunjukkan ada yang salah dalam pengawasan di Lapas Tanjung Raja, dan kami berharap Kementerian Hukum dan HAM dapat melakukan perbaikan secara menyeluruh," tegasnya.
Praktisi hukum di Sumsel, Sapriadi Syamsudin, menyatakan bahwa peristiwa viral ini seharusnya menjadi momentum bagi pemasyarakatan untuk melakukan evaluasi internal yang mendalam. "Jika aktivitas yang terekam dalam video itu benar adanya, maka ini merupakan pelanggaran serius yang harus segera ditindaklanjuti. Lapas seharusnya menjadi tempat untuk rehabilitasi, bukan justru menjadi sarang kejahatan," ujar Sapriadi.
Sebelumnya, Kepala Lapas Kelas II Tanjung Raja, Badarudin, sempat memberikan klarifikasi bahwa tidak ada pesta narkoba atau miras di lapas tersebut. "Video tersebut direkam oleh salah seorang warga binaan, dan setelah pemeriksaan, tidak ditemukan adanya kegiatan yang dituduhkan. Kami juga sudah melakukan razia dan mengamankan sejumlah barang bukti seperti ponsel dan charger," jelas Badarudin.
Selain itu, Robby Adriansyah, sipir yang terlibat dalam kontroversi ini, telah dipindahkan ke Rupbasan Baturaja. Kepala Rupbasan Baturaja, Palben Manurung, menjelaskan bahwa Robby telah berada di Baturaja sejak 11 November 2024. "Robby memang sudah mutasi ke sini. Saat ini, dia sedang cuti dan izin pulang ke rumah orang tuanya di Palembang," ujar Palben. Ia juga menyebutkan bahwa Robby baru-baru ini mengikuti tes urine bersama empat petugas lainnya dan hasilnya menunjukkan bahwa Robby positif mengonsumsi benzodiazepin, obat penenang yang rutin dikonsumsinya untuk mengatasi masalah kesehatan.
Palben menambahkan bahwa Robby telah berkeluarga dan tidak ada masalah terkait disiplin kerja di Rupbasan. "Kami tetap merangkul semua pegawai di sini, termasuk Robby," ujar Palben.
Dengan langkah tegas yang diambil oleh Kementerian Hukum dan HAM, diharapkan kejadian serupa tidak terulang kembali dan sistem pengawasan di seluruh lembaga pemasyarakatan dapat lebih diperketat guna mencegah praktik kejahatan di dalam penjara.