Jauh Melampaui Manusia, Semut Sudah Bertani Sejak 66 Juta Tahun Lalu

Jumat 11 Oct 2024 - 14:26 WIB
Reporter : Tedy
Editor : Tedy

KORANPRABUMULIHPOS.COM – Ketika manusia mulai mengembangkan pertanian ribuan tahun yang lalu, ternyata praktik bercocok tanam sudah lebih dulu ada jauh sebelum itu. Beberapa jenis hewan diketahui telah menanam makanan mereka sendiri jauh sebelum manusia muncul sebagai spesies. Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa koloni semut mulai membudidayakan jamur saat asteroid menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun lalu.

Kejadian ini memicu kepunahan massal di seluruh dunia, namun menciptakan kondisi ideal bagi jamur untuk tumbuh subur. Semut yang inovatif memanfaatkan situasi tersebut dengan mulai menanam jamur, yang kemudian berkembang menjadi hubungan evolusi yang semakin kuat sekitar 27 juta tahun yang lalu, dan berlangsung hingga saat ini.

Penelitian ini diterbitkan pada 3 Oktober 2024 dalam jurnal Science, di mana para ilmuwan dari Smithsonian's National Museum of Natural History menganalisis data genetik dari ratusan spesies jamur dan semut. Mereka menggunakan data tersebut untuk membentuk pohon evolusi dan melacak waktu kapan semut mulai membudidayakan jamur.

Studi yang berjudul "The coevolution of fungus-ant agriculture" ini ditulis oleh Ted R. Schultz dan timnya. Schultz, yang juga seorang ahli entomologi serta kurator semut di museum tersebut, menyatakan bahwa "semut telah bercocok tanam jauh lebih lama dari eksistensi manusia."

BACA JUGA:Mengungkap Keunikan Bahrain: Negara Minyak Terkecil dengan Sejarah Mutiara!

"Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari kesuksesan pertanian semut yang telah bertahan selama 66 juta tahun," tambahnya.

Pertanian Tingkat Lanjut oleh Semut

Saat ini, hampir 250 spesies semut di Amerika dan Karibia diketahui membudidayakan jamur. Para peneliti mengelompokkan semut-semut ini ke dalam empat sistem pertanian berdasarkan metode budidaya yang mereka lakukan.

Salah satu strategi budidaya yang paling maju dilakukan oleh semut pemotong daun. Semut-semut ini mengumpulkan dedaunan segar sebagai makanan untuk jamur mereka, yang kemudian tumbuh menjadi bahan pangan bagi semut, disebut gongylidia. Strategi ini mendukung koloni semut pemotong daun yang bisa mencapai jutaan individu.

Schultz sendiri telah mempelajari hubungan antara semut dan jamur selama lebih dari 35 tahun. Selama waktu tersebut, ia melakukan lebih dari 30 ekspedisi ke berbagai wilayah di Amerika Tengah dan Selatan untuk mengamati interaksi semut dengan jamur di habitat aslinya.

Bencana yang Menjadi Peluang

Penelitian ini mengungkap bahwa semut mulai membudidayakan jamur sekitar waktu yang sama dengan tabrakan asteroid besar yang menutup periode Kapur, yang memicu kepunahan massal. Tabrakan tersebut mengisi atmosfer dengan debu dan puing-puing, menghalangi sinar matahari dan menghentikan fotosintesis selama bertahun-tahun. Peristiwa ini memusnahkan hampir setengah dari semua spesies tumbuhan di Bumi.

Namun, kondisi tersebut justru menguntungkan bagi jamur, yang berkembang biak dengan memanfaatkan tumbuhan mati yang berlimpah. Semut kemudian memanfaatkan jamur ini sebagai sumber makanan, menjalin hubungan simbiotik yang terus bertahan seiring pulihnya kehidupan setelah kepunahan.

Data genetik yang dikumpulkan Schultz dan timnya dari 475 spesies jamur (di mana 288 di antaranya dibudidayakan oleh semut) dan 276 spesies semut (208 di antaranya membudidayakan jamur) mengungkap pola evolusi yang rinci. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa butuh sekitar 40 juta tahun bagi semut untuk mengembangkan pertanian tingkat tinggi.

Pada sekitar 27 juta tahun lalu, perubahan iklim yang mengakibatkan kondisi semakin kering di wilayah Amerika Selatan menyebabkan semut membawa jamur dari hutan basah ke daerah yang lebih kering, memaksa jamur untuk sepenuhnya bergantung pada semut. Inilah awal dari sistem pertanian tingkat tinggi yang masih dipraktikkan oleh semut pemotong daun hingga saat ini.

Kategori :