Strategi Hilirisasi: Mewujudkan Target Pendapatan Perkapita 13.200 Dolar AS

Senin 14 Oct 2024 - 12:45 WIB
Reporter : Ros
Editor : Ros Suhendra

JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Untuk mencapai pendapatan per kapita minimum sebesar 13.200 dolar AS dan menjadi negara maju, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menekankan pentingnya pembangunan industri berkelanjutan yang dapat mengolah sumber daya alam Indonesia.

Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia baru mencapai sekitar 5.000 dolar AS.

Teten menegaskan bahwa berbagai sumber daya alam, seperti hasil tambang, pertanian, perkebunan, dan produk kelautan, seharusnya tidak diekspor dalam bentuk mentah. Proses hilirisasi diperlukan untuk meningkatkan nilai ekonomi dari bahan-bahan tersebut.

"Pengolahan dan hilirisasi sangat penting untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi, serta menciptakan lapangan kerja," kata Teten dalam pernyataannya pada 12 Oktober 2024.

BACA JUGA:Wasit Omar Al-Ali Diancam Netizen Indonesia! Tak Akan Biarkan Kecurangan Terulang Jelang China vs Timnas Indon

BACA JUGA:Daftar Penerima Nobel 2024 dan Karya-Karyanya, Termasuk Bapak AI hingga Novelis Korea

Dia menambahkan bahwa mengandalkan penjualan bahan mentah tidak akan memberikan nilai ekonomi yang optimal. Teten mengingatkan pengalaman di era 1980-an ketika banyak industri manufaktur asing masuk, namun tidak berkelanjutan karena ketergantungan pada bahan baku yang diimpor.

"Kita tidak ingin mengulang kesalahan tersebut. Kita perlu membangun industri yang berbasis pada kekuatan lokal," lanjutnya.

Teten menyatakan bahwa teknologi untuk melakukan hal ini sebenarnya tidak terlalu rumit. Ia memberi contoh komoditas nilam yang dapat diolah menjadi minyak atsiri sesuai standar industri.

Selain itu, hilirisasi cabai menjadi pasta dan pengolahan cokelat juga sudah berjalan, menciptakan rantai nilai yang lebih panjang.

"Minyak nilam dari Aceh kini dapat langsung diekspor ke Paris untuk industri parfum. Begitu juga rempah-rempah yang bisa diolah menjadi bumbu untuk pasar global," jelasnya.

Namun, Teten juga mengakui adanya tantangan dalam industri rempah Indonesia, termasuk fluktuasi harga, kurangnya infrastruktur, akses pasar yang terbatas, serta masalah pengelolaan lingkungan yang belum memperhatikan keberlanjutan.

Kategori :