Kisah Nyoman Nuarta, Desainer Garuda di IKN Saat Kuliah di ITB
Kawasan sumbu kebangsaan IKN. -Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A-
KORANPRABUMULIHPOS.COM - I Nyoman Nuarta, seniman yang berperan besar dalam mendesain berbagai bangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintah (KIPP) dan infrastruktur utama Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, dikenal dengan karyanya yang mencakup sayap garuda berukuran hampir 230 meter.
Nyoman Nuarta, lulusan Seni Patung dari Institut Teknologi Bandung (ITB), memiliki kisah menarik selama masa kuliahnya di sana.
Kisah Semasa Kuliah
Lahir di Tabanan, Bali pada 14 November 1951, Nyoman Nuarta adalah anak keenam dari sembilan bersaudara. Ia dibesarkan oleh pamannya, Ketut Dharma Susila. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, Nyoman memutuskan untuk melanjutkan studi, meskipun ia belum berpengalaman dalam mematung dan melukis.
Pada tahun 1972, Nyoman mendaftar ke ITB. Saat pendaftaran, ia terkejut karena langsung diminta memilih jurusan. Dengan pengetahuan terbatas, ia awalnya memilih jurusan seni lukis, sebagaimana dijelaskan dalam buku Nyoman Nuarta: Pematung Internasional yang Pantang Menyerah oleh I Gusti Made Dwi Guna.
Setelah satu tahun belajar, Nyoman merasa seni patung lebih menarik karena menghasilkan karya tiga dimensi dan prosesnya yang memikat. Ia kemudian memutuskan untuk pindah jurusan.
Saat itu, dosennya, Sujoko, bertanya, "Nyoman, bagaimana ini? Kamu sudah setahun di seni lukis, mengapa tiba-tiba beralih ke seni patung?"
Nyoman menjawab, "Pak, dalam memilih sesuatu, kita harus mengikuti hati nurani. Nurani saya mengatakan bahwa seni patung adalah pilihan yang tepat. Saya tidak ingin memilih sesuatu yang bukan keinginan saya."
Keputusannya terbukti tepat. Kemampuan mematungnya membuatnya dikenal dan dikagumi oleh banyak teman dan dosen.
Pengamat seni menilai karya-karya Nyoman Nuarta memiliki gaya realis dan dinamis, seolah-olah bergerak. Kecintaannya pada seni patung membuatnya sering bekerja di kampus bahkan pada hari libur.
Karya-Karya Nyoman Nuarta
Nyoman Nuarta aktif dalam gerakan seni rupa baru di Indonesia, bergabung dengan pelukis seperti Hardi, Dede Eri Supria, Harsono, dan Jim Supangkat pada tahun 1977. Pada 1979, ia memenangkan lomba patung proklamator Republik Indonesia dan hingga kini telah menciptakan lebih dari seratus karya seni patung, banyak di antaranya menggambarkan seni patung modern dan naturalistik.
Di antara karya monumental yang ia ciptakan adalah monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya yang melambangkan semangat juang TNI Angkatan Laut. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali.