Rupiah Melemah, Apakah Krisis Moneter 1998 Akan Terulang?
Rupiah Melemah, Apakah Krisis Moneter 1998 Akan Terulang? -ilustrasi---
KORANPRABUMULIHPOS.COM – Nilai rupiah diprediksi akan terus melemah terhadap Dollar Amerika, memicu kekhawatiran akan terulangnya krisis moneter tahun 1998. Pada Kamis, 27 Juni 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup di level Rp16.458 per dolar AS, mengalami penurunan sekitar 6,4 persen sejak awal tahun 2024.
Menurut para pengamat, melemahnya nilai rupiah dipicu oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS) membuat dolar AS lebih menarik bagi investor, sehingga mereka cenderung menukar rupiah dengan dolar AS, menekan nilai tukar rupiah. Ketegangan geopolitik, seperti perang di Ukraina, juga meningkatkan ketidakpastian global dan mendorong investor mencari aset safe haven seperti dolar AS. Selain itu, pelemahan mata uang di negara lain di Asia, seperti Thailand dan Filipina, memberikan tekanan tambahan pada rupiah.
Secara internal, defisit neraca perdagangan Indonesia yang persisten membuat rupiah rentan terhadap pelemahan. Kekhawatiran investor terhadap pengelolaan fiskal di bawah kepemimpinan Presiden Terpilih Prabowo Subianto juga mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Namun, prediksi ini tidak selalu tepat karena nilai tukar rupiah dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi global, dan sentimen pasar. Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar valas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan berharap peningkatan ekspor serta masuknya modal asing dapat mendukung penguatan rupiah dalam waktu dekat.
BACA JUGA:Bankir Wells Fargo Dipecat Gara-Gara 'Kerja Bohongan' dengan Keyboard Palsu
BACA JUGA:Dampak Negatif Anak Sekolah Terlalu Dini
Meskipun kekhawatiran akan terulangnya krisis moneter 1998 mulai muncul, situasi saat ini (2024) berbeda dalam beberapa hal. Pada tahun 1998, nilai tukar rupiah anjlok dari Rp2.500 per dolar AS di awal tahun menjadi Rp16.800 per dolar AS di akhir tahun, penurunan yang drastis. Saat ini, meskipun rupiah melemah hingga 6,4 persen, penurunan ini tidak sebesar pada tahun 1998.
Krisis moneter 1998 dipicu oleh krisis keuangan di negara-negara Asia Tenggara, utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia dalam bentuk dolar AS, serta regulasi dan pengawasan perbankan yang lemah. Saat ini, kondisi perbankan lebih kuat, cadangan devisa lebih besar, dan pengalaman dalam mengelola kebijakan moneter lebih baik, sehingga risiko terjadinya krisis dapat diminimalkan.
Namun demikian, penting untuk tetap waspada dan memantau perkembangan ekonomi global dan domestik secara cermat. (*)