Menggali Mantel Bumi: Ilmuwan Bor 1 Kilometer di Atlantik Tengah
Ilustrasi dasar laut. Foto: University of Washington--
KORANPRABUMULIHPOS.COM - Untuk memahami lebih dalam tentang geologi planet kita dan mungkin asal muasal kehidupan, mempelajari mantel Bumi adalah salah satu cara yang paling efektif. Mantel, yang terletak di antara kerak berbatu Bumi dan inti luar, mencakup 70% massa Bumi dan 84% volumenya. Meski begitu, lapisan ini masih sulit dijelajahi.
Kerak Bumi biasanya memiliki ketebalan antara 14 hingga 19 kilometer. Namun, ada beberapa area anomali di mana keraknya lebih tipis. Salah satu area tersebut terletak di Punggungan Atlantik Tengah, tepatnya di sekitar gunung bawah laut yang dikenal sebagai Atlantis Massif.
Menurut laporan dari Popular Mechanics pada Senin (19/8/2024), bagian selatan dari area ini disebut Lost City, sebuah area hidrotermal yang kaya akan alkali, hidrogen, metana, dan berbagai jenis karbon. Keunikan ini menjadikan Lost City sebagai lokasi penting untuk meneliti bagaimana kehidupan awal mungkin telah terbentuk di Bumi.
Pada Mei 2023, para ilmuwan dari International Ocean Discovery Program (IODP) menggunakan kapal riset JOIDES Resolution untuk mengebor area tersebut hingga kedalaman 1,268 kilometer, jauh di bawah dasar laut. Mereka berhasil mencapai batuan mantel yang dianggap sebagai kapsul waktu geologi dari masa lalu.
BACA JUGA:Gempa Megathrust dan Potensi Tsunami Besar di Wilayah Jawa dan Sumatera
"Kami awalnya hanya berencana untuk mengebor hingga kedalaman 200 meter, yang merupakan rekor terdalam yang pernah dicapai di batuan mantel Bumi," kata Johan Lissenberg, seorang ahli dari Cardiff University. Namun, pengeboran berjalan lebih mudah dari yang diperkirakan, sehingga mereka mampu mencapai kedalaman lebih dari 1 kilometer.
Saat ini, analisis terhadap batuan yang diperoleh masih berlangsung. Namun, sejauh ini, batuan tersebut telah memberikan wawasan berharga tentang sejarah geologi Bumi.
"Batuan yang kami temukan selama ekspedisi ini memiliki kemiripan dengan batuan dari Bumi purba. Menganalisis batuan ini memungkinkan kita mendapatkan pandangan yang lebih dalam tentang kondisi kimia dan fisik yang mungkin ada di awal sejarah Bumi," jelas Susan Q Lang, seorang ilmuwan dari Woods Hole Oceanographic Institution. (*)