PANGAN REKAYASA GENETIKA UNTUK MENCIPTAKAN PRODUK UNGGUL DI MASA DEPAN

--

PRABUMULIHPOS - Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat berimbas pada semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman penduduk. Tidak jarang masyarakat desa menjual lahan pertaniannya untuk dijadikan apartemen dan kawasan perumahan mewah. Fenomena ini memunculkan satu pertanyaan besar. Akankah kebutuhan pangan masyarakat tetap tercukupi dengan semakin minimnya lahan pertanian sebagai kebutuhan utama menghasilkan pangan?

Meninjau populasi yang semakin tinggi, telah banyak solusi yang ditawarkan dalam aspek pertanian. Misalnya penanaman lahan vertikal ataupun hidroponik. Namun, kuantitas yang dihasilkan pertanian lahan vertikal juga masih terbatas. Energi yang digunakan dalam perawatan juga jauh lebih besar dibandingkan pertanian konvensional pada lahan yang luas.

Lalu, apakah yang harus kita lakukan sebagai ahli pangan?

Rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang dapat dijadikan solusi atas permasalahan di atas. Rekayasa genetika tidak hanya dapat memodifikasi struktur pangan namun juga nutrisi di dalamnya. Pun, hingga saat ini, berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pangan hasil rekayasa genetika aman dan tidak menimbulkan reaksi mutasi ataupun alergi. Namun, apa sebenarnya dampak pengembangan pangan rekayasa genetika terhadap pemenuhan kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus bertambah?

Memperbesar ukuran produk sayur dan buah. Berbagai penelitian genetika molekuler telah melaporkan peningkatan ukuran produk sayur dan buah dengan rekayasa genetika. Yuste-Lisbona et al. (2020) pada penelitiannya melaporkan bahwa ukuran buah tomat mengalami peningkatan yang signifikan melalui rekayasa pada lokus LC dan FAS pada tanaman tomat. Dengan ukuran yang semakin besar, maka dengan lahan tanam yang kecil saja sudah akan mencukupi kebutuhan akan pangan yang diinginkan.

Meningkatkan nilai gizi pangan. Hingga saat ini, telah banyak pangan rekayasa genetika yang diproduksi dengan tujuan meningkatkan nilai gizinya. Salah satu contoh produknya adalah beras dengan biofortifikasi provitamin A (Kumar et al. 2020). Biofortifikasi ini merupakan solusi yang ditawarkan terhadap permasalahan yang diungkapkan oleh WHO (2009) bahwa kekurangan vitamin A merupakan salah satu permasalahan kesehatan serius yang dialami oleh sepertiga anak-anak usia belum sekolah dan 15% ibu hamil secara global pada 2005. Selain itu, modifikasi minyak konsumsi juga telah dilakukan dengan mensubstitusi asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh. Hal ini akan memberikan dampak kesehatan pada hati berupa penurunan kadar LDL (low-density-lipoprotein) atau yang sering disebut kolesterol jahat dan trigliserida dalam darah. Peningkatan nilai gizi pada pangan juga memungkinkan tercukupnya gizi seseorang dengan mengonsumsi pangan yang lebih sedikit. Tentu saja hal ini dapat berimbas pada penekanan kebutuhan pembukaan lahan pertanian tambahan. Bukankah menarik mengetahui kita dapat menurunkan LDL hanya dengan konsumsi pangan biasa tanpa harus minum obat? 

Menurunkan risiko hasil panen rendah. Hasil panen yang rendah kerap kali disebabkan oleh banyak hal, beberapa di antaranya adalah karena gulma dan serangga. Penanganan gulma yang sering dilakukan biasanya menggunakan herbisida. Namun, saat penyemprotan herbisida, sulit untuk tetap melindungi tanaman sepenuhnya agar yang terkena hanya gulmanya saja. Rekayasa genetika pangan memungkinkan pengembangan tanaman yang toleran terhadap herbisida sehingga dapat memfasilitasi penggunaan herbisida yang non-selektif. Apabila hasil panen dapat dioptimalkan, maka kebutuhan akan pangan juga akan lebih tercukupi.

Menerapkan konsep zero waste dengan pengembangan pangan fungsional dari limbah pangan layak konsumsi. Dengan tingginya angka kelaparan dunia, siapa yang menyangka bahwa hingga 1.13 juta ton produk makanan terbuang percuma per hari secara global (Chen et al. 2020). Padahal ada banyak sekali yang masih dapat dikonsumsi, misalnya kulih buah dan sayur. Kulit buah dan sayur kerap kali dianggap sebagai limbah pangan dan dibuang begitu saja. Jika meninjau lebih dalam, kulit buah dan sayur masih mengandung banyak sekali senyawa bermanfaat bagi kesehatan seperti antioksidan, fenol, vitamin dan lain sebagainya. Lalu, bagaimana caranya agar “limbah pangan” tersebut dapat dan layak secara penampakan untuk dikosnumsi? Fermentasi merupakan salah satu cara yang paling sederhana. Namun, terkadang terbentuk beberapa senyawa yang tidak diharapkan dari fermentasi ini, misalnya precursor etil karbamat dan urea. Toolbox CRISPR/Cas9 merupakan teknologi yang dapat merekayasa sel mikroba secara genetik (Mannaa et al. 2021). Salah satu penerapannya dapat dilihat pada penelitian Jang et al. (2017) dimana Leuconostoc citreum pada Kimchi direkayasa menggunakan CRISPR/Cas9 untuk menghilangkan plasmid kriptik. Proses ini food-grade dan bertujuan untuk mengembangkan strain bakteri asam laktat yang aman tanpa sisa penanda antibiotic.

PROFIL PENULIS

Meysin Anjliany 

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan IPB University

REFERENSI

Chen C, Chaudhary A, Mathys A. 2020. Nutritional and environmental losses embedded in global food waste. Resour. Conserv. Recycl. 160(March):104912.doi:10.1016/j.resconrec.2020.104912.

Jang YJ, Seo SO, Kim SA, Li L, Kim TJ, Kim SC, Jin YS, Han NS. 2017. Elimination of the cryptic plasmid in Leuconostoc citreum by CRISPR/Cas9 system. J. Biotechnol. 251:151–155.doi:10.1016/j.jbiotec.2017.04.018.

Tag
Share
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER