Cara Mengqadha Salat yang Terlewat Menurut Syariat Islam
--
Melansir dari NU Online, adapun tata cara mengqadha salat menurut Al-Qadhi Husain, Imam Al-Baghawi, Al-Mutawalli, dan ulama lainnya adalah sebagai berikut:
-
Pendapat al-ashah atau yang dinilai lebih shahih menyatakan bahwa standar dalam membaca keras atau lirih dalam salat qadha adalah waktu qadhanya. Jika waktu qadhanya malam hari, maka bacaan al-Fatihah dan surat tetap dibaca secara keras, meskipun salatnya adalah Zuhur dan Ashar yang asalnya disunnahkan secara lirih. Sebaliknya, jika waktu qadhanya siang hari, maka bacaan dilakukan secara lirih, meskipun salatnya adalah Maghrib, Isya, dan Subuh.
-
Pendapat muqâbilul ashah yang juga dinilai sahih menyatakan bahwa standar adalah waktu asal salat tersebut. Jika salat itu adalah Zuhur dan Ashar, maka bacaan-bacaan tersebut tetap dibaca lirih meskipun diqadha pada waktu malam hari. Jika salatnya adalah Maghrib, Isya, dan Subuh, maka bacaan-bacaan tersebut tetap dibaca keras meskipun diqadha pada waktu siang hari.
Secara lengkap, Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa untuk salat fâ’itah atau yang keluar dari waktunya, bila orang mengqadha salat malam di waktu malam, maka sunnahnya adalah membaca dengan bacaan keras tanpa perbedaan pendapat di antara ulama. Bila ia mengqadha salat siang di waktu siang, maka sunnahnya membaca dengan bacaan lirih tanpa perbedaan pendapat. Namun, bila ia mengqadha salat siang di waktu malam, atau sebaliknya, maka terdapat dua pendapat di kalangan ulama Syafi’iyah. Pendapat yang lebih kuat adalah yang mengacu pada waktu qadhanya.
Kesimpulannya, untuk salat qadha, terkait bacaannya apakah keras atau lirih, terdapat dua pendapat. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah mengacu pada waktu qadhanya. Meskipun salat Zuhur atau Ashar dilakukan di malam hari, sunnahnya adalah dengan suara keras. Pendapat ini lebih kuat di kalangan ulama Syafi’iyah.