BSI Tekankan Relevansi Ekonomi Syariah

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) kembali meneguhkan posisinya sebagai pionir dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional dengan menggelar BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2025. Foto: BSI--

Terhadap Pembangunan Ekonomi Indonesia melalui GIFS 2025

JAKARTA - PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) kembali meneguhkan posisinya sebagai pionir dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional dengan menggelar BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2025. 

Acara yang diselenggarakan di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta ini bukan hanya menandai kelanjutan dari agenda strategis tahunan BSI, tetapi juga menjadi simbol komitmen perseroan dalam memperkuat peran ekonomi syariah dalam pembangunan ekonomi nasional dan global.

BSI GIFS 2025 mengusung tema besar “Transformative Islamic Finance as Catalyst for Growth”, yang mencerminkan tekad BSI untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai elemen kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. 

Plt. Direktur Utama BSI, Bob T. Ananta, menekankan bahwa GIFS bukanlah sekadar konferensi literasi, melainkan sebuah forum multidimensional yang menyoroti kontribusi nyata ekonomi syariah terhadap isu-isu pembangunan nasional dan tantangan global.

“BSI GIFS bukan forum diskusi biasa. Ini adalah ruang kolaborasi dan transformasi. Di sini kita tidak hanya membicarakan angka dan tren ekonomi, tetapi bagaimana prinsip-prinsip syariah dapat menjadi landasan solusi konkret dalam menjawab tantangan ekonomi global—seperti ketimpangan, keberlanjutan, dan inklusi keuangan,” tegas Bob dalam pidatonya.

Gelaran GIFS 2025 dibuka secara resmi oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM sekaligus CEO Danantara, Rosan P. Roeslani, serta Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo. 

Kehadiran dua pejabat tinggi negara ini menunjukkan dukungan kuat pemerintah terhadap ekonomi syariah dan peran strategis BSI dalam ekosistem perbankan nasional.

Rosan memuji konsistensi BSI dalam menyelenggarakan GIFS sebagai langkah konkret dalam mengangkat ekonomi syariah ke panggung internasional. 

Ia menyoroti bahwa kontribusi BSI mencapai hampir 50% dari total aset industri perbankan syariah di Indonesia, sebuah pencapaian yang signifikan mengingat pangsa pasar syariah baru sekitar 9% dari total industri perbankan.

“Dengan mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, kita memiliki potensi luar biasa yang belum sepenuhnya tergarap. Ekonomi syariah bisa menjadi motor utama dalam memperluas inklusi keuangan, yang saat ini baru menyentuh angka 12,7%. BSI harus terus menjadi pelopor dalam memperluas akses dan layanan keuangan berbasis syariah,” ujar Rosan.

Ia juga menyoroti struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang masih sangat bergantung pada konsumsi domestik (53%-54%). Hal ini menurutnya membuka ruang luas bagi ekonomi syariah untuk berperan dalam meningkatkan daya beli, memperkuat sektor ritel, dan memperluas ekosistem halal.

Sementara itu, Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi kekuatan global dalam perbankan syariah. 

“Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memiliki landasan yang kuat. Dengan digitalisasi dan inovasi produk, sektor ini bisa menjadi jangkar bagi pertumbuhan ekonomi syariah global,” ungkapnya.

Salah satu hal penting yang disampaikan Bob T. Ananta adalah bahwa peran ekonomi dan keuangan syariah kini telah tercantum secara eksplisit dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045. 

Dalam dokumen visi besar Indonesia Emas 2045, ekonomi syariah ditetapkan sebagai salah satu pilar untuk mencapai ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Selain itu, dalam Asta Cita—delapan agenda pembangunan nasional—pengembangan ekonomi syariah disebut sebagai strategi utama dalam mewujudkan kemandirian ekonomi, keadilan sosial, dan pertumbuhan berkualitas.

“Ekonomi syariah tidak bisa dipandang sebagai alternatif atau pelengkap. Ia adalah bagian integral dari strategi besar bangsa. Melalui platform seperti GIFS, BSI ingin memastikan bahwa ekonomi syariah mendapat tempat yang semestinya dalam semua kebijakan pembangunan,” tutur Bob.

BSI GIFS 2025 juga menghadirkan para pemikir internasional terkemuka yang memberikan perspektif global terhadap pengembangan ekonomi syariah. Hadir di antaranya Ian Goldin, profesor dari University of Oxford yang memaparkan hubungan antara globalisasi, teknologi, dan keuangan inklusif.

Sementara Habib Ahmed dari Durham University membahas pentingnya inovasi digital dalam mempercepat transformasi ekonomi syariah, terutama dalam memfasilitasi layanan keuangan berbasis prinsip syariah bagi masyarakat luas.

Tak kalah penting, Mehmet Asutay membahas peran ekonomi syariah dalam konteks sosial dan maqasid syariah—yakni kesejahteraan, keadilan, dan keberlanjutan sebagai tujuan utama sistem ekonomi Islam.

Chief Economist BSI, Banjaran Surya Indrastomo, menambahkan bahwa untuk mencapai hasil nyata, dibutuhkan harmonisasi kebijakan antar sektor. Ia menjelaskan bahwa pengembangan ekonomi syariah harus dilakukan secara sinergis dengan arah pembangunan nasional, dari aspek fiskal, industri, hingga pendidikan dan digitalisasi.

“Kita tidak boleh melihat ekonomi syariah sebagai sistem yang terpisah dari ekonomi nasional. Harmonisasi menjadi kunci agar setiap kebijakan yang dikeluarkan—baik oleh BUMN, regulator, maupun swasta—berkontribusi pada satu tujuan besar,” kata Banjaran.

Meski fokus utama GIFS adalah advokasi dan literasi, BSI juga menggunakan momentum ini untuk memperkenalkan dan mengaktivasi produk-produk andalannya seperti BSI Bank Emas, BYOND by BSI, BEWIZE by BSI, serta BSI Prioritas. Tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan awareness, daya saing, serta inklusi keuangan syariah di berbagai segmen masyarakat.

Salah satu inisiatif terbaru yang diluncurkan adalah Muslim Consumption Index (MCI)—sebuah indeks yang dirancang untuk mengukur dan menganalisis pola konsumsi umat Muslim Indonesia. 

Data dari MCI ini akan digunakan untuk menyusun strategi produk dan layanan yang lebih tepat sasaran bagi segmen pasar Muslim yang terus berkembang.

“Dengan pendekatan berbasis data, kita bisa menghadirkan solusi keuangan yang benar-benar sesuai kebutuhan umat. Ini akan memperkuat loyalitas nasabah sekaligus memperluas penetrasi pasar,” jelas Bob.

Selain itu, platform digital BEWIZE by BSI juga diluncurkan sebagai layanan terpadu yang ditujukan bagi segmen wholesale banking dan institusi. Inisiatif ini diharapkan mendorong digitalisasi layanan dan meningkatkan efisiensi bisnis.

Target yang dicanangkan dalam GIFS 2025 cukup ambisius. BSI menargetkan peningkatan perolehan bisnis sebesar 20% dibandingkan tahun 2023, di mana mereka berhasil mencatat tambahan nilai bisnis sebesar Rp227,11 miliar. Jumlah ini belum termasuk potensi sinergi bisnis dari jaringan dan kemitraan yang terbentuk selama acara berlangsung.

Ajang ini juga dirancang sebagai forum pemikiran strategis dengan melibatkan lebih dari 1.500 peserta offline dan ribuan peserta online dari berbagai latar belakang seperti regulator, akademisi, praktisi industri halal, serta komunitas keuangan dan fintech.

Di antara pembicara lokal yang turut hadir ialah Salman Subakat (CEO Paragon Corp), Rista Zwestika (Perencana Keuangan), dr. Reisa Broto Asmoro (dokter sekaligus aktivis kesehatan), dan Habib Jafar (dai populer dengan pendekatan inklusif).

Melalui GIFS 2025, BSI bukan hanya menegaskan eksistensinya sebagai market leader di sektor perbankan syariah, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam transformasi ekonomi nasional. 

Dengan menggabungkan literasi, inovasi, kolaborasi, dan advokasi, BSI menunjukkan bahwa ekonomi syariah bukan sekadar wacana—tetapi kekuatan nyata yang dapat mengantarkan Indonesia menuju cita-cita besar menjadi pusat ekonomi Islam dunia.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER