KORANPRABUMULIHPOS.COM - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah kembali menjadi sorotan. Salah satu usulan yang menarik perhatian adalah pemanfaatan serangga sebagai sumber protein bagi masyarakat di wilayah tertentu.
Gagasan ini pertama kali disampaikan oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, pada Januari 2025. Ia menyebutkan bahwa beberapa jenis serangga, seperti belalang dan jangkrik, sudah umum dikonsumsi dan dapat menjadi alternatif nutrisi bagi masyarakat yang membutuhkan.
Menanggapi hal ini, Prof Purnama Hidayat, pakar entomologi dari IPB University, menjelaskan bahwa serangga memang memiliki kandungan protein tinggi dan bisa menjadi solusi bagi daerah dengan keterbatasan sumber pangan bergizi.
Namun, ia menekankan bahwa konsumsi serangga lebih cocok bagi masyarakat yang telah terbiasa mengonsumsinya, seperti di beberapa wilayah di Indonesia timur yang menjadikan ulat sagu sebagai makanan sehari-hari.
Masyarakat di Beberapa Daerah Sudah Terbiasa Mengonsumsi Serangga
Prof Purnama menjelaskan bahwa di Indonesia sendiri, ada beberapa daerah yang telah mengenal serangga sebagai bahan makanan. Contohnya, belalang goreng yang populer di Gunungkidul, kepompong jati yang dikonsumsi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta pepes larva lebah atau botok tawon di Jawa Timur.
Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa tidak semua masyarakat dapat menerima serangga sebagai makanan. Sebagai contoh, masyarakat pesisir lebih memilih sumber protein dari laut yang lebih mudah didapatkan dibandingkan serangga.
"Serangga memang bisa menjadi alternatif sumber protein, tetapi hanya cocok untuk masyarakat yang terbiasa mengonsumsinya dan di daerah yang memiliki ketersediaan serangga yang memadai," jelasnya, dikutip dari laman resmi IPB University, Kamis (13/2/2025).
Rasa Belalang dan Jangkrik Mirip Udang, Ini Alasannya
Dosen dari Departemen Proteksi Tanaman IPB ini juga mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian, serangga mengandung protein dalam jumlah tinggi. Bahkan, belalang dan jangkrik memiliki cita rasa yang mirip dengan udang karena masih berkerabat dalam kelompok hewan beruas.
"Food and Agriculture Organization (FAO) menyebutkan bahwa serangga yang dapat dikonsumsi memiliki kandungan protein berkualitas tinggi, vitamin, dan asam amino yang bermanfaat bagi manusia," ujarnya.
Selain kandungan gizinya yang tinggi, serangga juga dinilai lebih efisien dalam hal produksi dibandingkan ternak konvensional.
Serangga Lebih Ramah Lingkungan dan Efisien
Menurut Prof Purnama, serangga memiliki tingkat konversi pakan yang jauh lebih baik dibandingkan hewan ternak. Misalnya, jangkrik hanya membutuhkan pakan enam kali lebih sedikit dibanding sapi, empat kali lebih sedikit dibanding domba, serta dua kali lebih sedikit dibanding babi dan ayam broiler untuk menghasilkan jumlah protein yang setara.
"Selain itu, produksi serangga juga menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca dan amonia dibandingkan dengan peternakan konvensional," jelasnya.
Meski memiliki banyak keunggulan, ia menyadari bahwa masih banyak masyarakat yang enggan mengonsumsi serangga karena belum terbiasa. Namun, ia mencontohkan bahwa dulu air minum dalam kemasan juga dianggap aneh, tetapi kini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Menurutnya, di masa depan, ketika sumber protein semakin sulit didapat, serangga mungkin akan menjadi pilihan yang lebih umum.
"Perubahan pola makan butuh waktu. Mungkin saat ini masih sulit diterima, tetapi ke depannya bisa menjadi solusi," tutupnya. (*)