JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) mengonfirmasi bahwa Kedutaan Besar RI di Washington DC, Amerika Serikat, sedang menangani kasus seorang WNI yang ditangkap oleh otoritas imigrasi setempat karena diduga terlibat dalam membawa uang palsu dalam skema yang dikenal sebagai “black money”.
Menurut Direktur Pelindungan WNI dan Badan Hukum Internasional Kemlu RI, Judha Nugraha, individu berinisial TTH ditangkap oleh petugas Customs and Border Protection (CBP) pada 30 Oktober 2024 di Bandara Internasional Dulles, Virginia, setelah kedapatan membawa uang sejumlah 28.500 dolar AS dalam bentuk yang mencurigakan.
Judha menjelaskan dalam rilis tertulis bahwa pelaku bisa dikenakan tuntutan berdasarkan undang-undang pidana di negara bagian Virginia jika terbukti bersalah.
KBRI Washington DC berkomitmen untuk memantau perkembangan penyelidikan dan memberikan dukungan hukum kepada TTH selama proses penahanan oleh pihak AS.
BACA JUGA:3 Game PC Gratis dari Epic Games, Ada Ghostwire: Tokyo
BACA JUGA:11.000 Lebih Anak Sekolah di Palestina Tewas akibat Serangan Israel
“Hal ini penting untuk memastikan hak-hak hukum TTH terlindungi sesuai dengan hukum yang berlaku di sana,” kata Judha.
Sebuah pernyataan resmi dari CBP Dulles mengungkapkan bahwa TTH tiba di Dulles dari Lome, Togo, dan ditangkap setelah petugas menemukan dua tumpuk kertas hitam serta satu tumpuk kertas putih polos yang diikat dengan pita bertuliskan “One Hundreds”.
Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa tumpukan kertas tersebut menyerupai uang kertas 100 dolar AS saat diperiksa dengan sinar ultraviolet.
CBP kemudian menyita barang bukti dan menyerahkan TTH kepada pihak kepolisian Otoritas Bandara Metropolitan Washington.
CBP menjelaskan bahwa penipuan “black money” adalah praktik di mana pelaku menawarkan kertas polos yang dilapisi bahan kimia dengan klaim bahwa itu adalah uang asli, namun perlu “dicuci” dengan cairan tertentu agar uang tersebut dapat terlihat.
Pelaku seringkali menggunakan teknik ini untuk menipu korban dengan mencampurkan uang asli dan “black money” untuk menambah kepercayaan terhadap tawarannya.(*)