Ribuan Warga Singapura Alami Demensia Dini, Gen Z Terancam!
Warga Singapura demensia dini. (Foto: Getty Images)--
KORANPRABUMULIHPOS.COM - Banyak warga Singapura tidak menjalani tes demensia dini meski sering mengalami gejala seperti pelupa dan kesulitan menyelesaikan tugas yang seharusnya familiar.
Gejala ini kini juga mulai muncul pada generasi muda, termasuk mereka yang berusia 18 tahun ke atas.
Hasil survei terbaru mengenai persepsi demensia yang dilakukan oleh Milieu Insight pada Agustus, bekerja sama dengan Dementia Singapore, menunjukkan bahwa sekitar 3.700 warga Singapura diperkirakan mengalami demensia dini, yakni demensia yang terjadi sebelum usia 65 tahun.
Menurut National Neuroscience Institute (NNI), semakin banyak warga Singapura yang menunjukkan gejala demensia pada usia lebih muda. Survei tersebut melibatkan sekitar seribu responden dari tiga kelompok usia: Gen Z (18-27 tahun), Milenial (28-43 tahun), dan Gen X (44-64 tahun). Rata-rata 53,3 persen responden mengaku mungkin akan menjalani tes skrining kognitif jika mengalami gejala demensia.
Namun, sekitar 53 persen Gen Z, 43 persen Milenial, dan 44 persen Gen X menyatakan tidak akan melakukan tes tersebut. Alasan utamanya adalah kendala finansial (35,6 persen), diikuti ketakutan terhadap hasil tes (33 persen), merasa tes tidak diperlukan (23 persen), percaya diri terhadap kesehatannya (21 persen), dan keyakinan bahwa demensia bukan penyakit turunan keluarga (14,6 persen).
BACA JUGA:Tergerus Zaman, Permainan Tradisional Ini Tak Lagi Dimainkan Gen Z
Diskusi mengenai hasil survei ini dihadiri oleh beberapa ahli, termasuk Dr. Chiew Hui Jin dari NNI, Dr. Vanessa Mok dari Rumah Sakit Umum Changi, Jason Foo dari Dementia Singapore, dan Nigel Lin dari Milieu Insight. Dr. Chiew menyebutkan bahwa penolakan menjalani tes adalah masalah umum, terutama ketika pasien tidak menyadari gejala meskipun anggota keluarga lain sudah mengalami hal serupa.
"Pada tahap pra-demensia, pemahaman pasien terhadap gejala mungkin sudah melemah, sehingga lebih sulit bagi mereka untuk mengakui kondisi ini," ujar Dr. Chiew, dikutip dari CNA (5/9/2024). Dia juga menambahkan bahwa 20-30 persen pasien dengan gangguan kognitif ringan bisa mengembangkan demensia dalam tiga tahun, tergantung pada pengelolaan faktor risikonya.
Sebagian besar responden memahami gejala demensia seperti kelupaan, kesulitan melakukan tugas sehari-hari, dan kesulitan menemukan kata yang tepat. Namun, kurang dari setengahnya menyadari bahwa perubahan suasana hati, penarikan diri, gangguan motorik, serta gelisah dan pusing juga termasuk gejala demensia.
Sebanyak 59 persen responden merasa tidak cukup tahu tentang perubahan gaya hidup yang bisa membantu mengurangi risiko demensia. Menurut Dr. Chiew, meskipun faktor risiko seperti riwayat keluarga tidak dapat diubah, ada faktor lain yang bisa dikelola, seperti diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, merokok, konsumsi alkohol, kurangnya aktivitas fisik, dan isolasi sosial.
Jason Foo dari Dementia Singapore menambahkan bahwa orang muda yang didiagnosis dengan demensia sering mengalami depresi dan kesulitan menerima kondisi mereka. “Demensia hanya bergerak satu arah—semakin cepat menerima dan mengatasi kondisi ini, semakin besar kemungkinan untuk memperlambat perkembangannya,” ujarnya. (*)